Garuda Indonesia Divonis Bersalah di Australia, Wajib Bayar Denda Rp 209 Miliar

25 April 2021 13:07 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pesawat Garuda rute Makassar-Gorontalo mengalami kerusakan pada mesin, putar balik ke Bandara Sultan Hassanudin Makassar. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat Garuda rute Makassar-Gorontalo mengalami kerusakan pada mesin, putar balik ke Bandara Sultan Hassanudin Makassar. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk divonis bersalah dalam perkara hukum antara Perseroan bersama Australian Competition and Customer Comission (ACCC) mengenai penetapan harga Fuel Surcharge Kargo.
ADVERTISEMENT
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Prasetio, mengungkapkan perkara yang dilaksanakan di Pengadilan Federal New South Wales, Australia telah diputus pengadilan tingkat pertama pada tahun 2014. Saat itu, Garuda Indonesia awalnya dinyatakan tidak bersalah.
“Kemudian atas putusan Federal New South Wales, Australia ini, ACCC mengajukan banding dan Kasasi ke High Court, Australia yang pada akhirnya pada tahun 2017, Perseroan dinyatakan bersalah melakukan penetapan harga Fuel Surcharge,” kata Prasetio berdasarkan suratnya ke Bursa Efek Indonesia, dikutip kumparan pada Minggu (25/4).
Pesawat Garuda Indonesia Boeing 373-800 NG dengan desain masker baru sebagai bagian dari kampanye penggunaan masker di tengah pandemi COVID-19. Foto: ADEK BERRY/AFP
Pada tahun 2019, Pengadilan Federal New South Wales, Australia akhirnya menjatuhkan putusan denda kepada Garuda Indonesia untuk membayar AUD 19.000.000 atau setara Rp 209 miliar (kurs 1 AUD= Rp 11.000) disertai biaya perkara ACCC.
ADVERTISEMENT
“Pada awalnya, Perseroan mengajukan banding atas putusan denda tersebut, tetapi kemudian putusan Pengadilan Federal New South Wales, Australia pada tanggal 15 April 2021 ini telah mengesahkan Perjanjian Perdamaian antara Perseroan dan ACCC di mana Perseroan akan membayar denda sebesar AUD 19.000.000,” ujar Prasetio.
“Disertai biaya perkara ACCC secara angsuran selama 5 tahun dimulai Desember 2021 dan mencabut banding yang telah diajukan sebelumnya,” tambahnya.
Sesuai penjelasan tersebut, Prasetio menegaskan perkara hukum itu bukan perkara baru karena sudah berlangsung sejak tahun 2014. Ia memastikan Perseroan secara rutin menyampaikan keterbukaan informasi terhadap perkembangannya sesuai ketentuan yang berlaku.