Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.2
Gaungkan Bersama Lebih Bermakna, SMBC Indonesia Optimis Hadapi Tantangan Global
24 Februari 2025 17:42 WIB
·
waktu baca 6 menit
PT Bank SMBC Indonesia Tbk (SMBC Indonesia) mengajak sektor publik dan swasta untuk memperkuat sinergi dan kolaborasi dalam menyikapi tantangan ekonomi saat ini. Direktur Utama SMBC Indonesia, Henoch Munandar, mengatakan, di tengah ketidakpastian ekonomi global dan dinamika pasar domestik, sinergi dan kolaborasi dapat menciptakan pertumbuhan berkelanjutan yang berdampak pada perekonomian nasional.
“Tidak hanya berfokus pada pencapaian bisnis, tetapi juga pertumbuhan lebih bermakna bagi seluruh lapisan masyarakat. Kami percaya bahwa melalui strategi antara sektor publik, swasta, dan seluruh pihak terkait kita dapat menghadapi tantangan dan meraih peluang yang ada untuk Indonesia yang lebih maju dan sejahtera,” ujar Henoch saat membuka acara SMBC Indonesia Economic Outlook 2025 bertajuk Peluang dan Tantangan 2025: Sinergi Sektor Publik dan Swasta di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta, Selasa (18/2).
Menurut Henoch, tiap-tiap sektor memiliki peran yang penting dalam menyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025. Apalagi di tengah ekonomi Indonesia yang menghadapi sejumlah tantangan mulai dari kebijakan dagang Amerika Serikat, kondisi geopolitik global hingga dinamika domestik.
Di sisi lain, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen pada 2025. Optimisme ini, kata Henoch, disambut SMBC Indonesia dengan mengajak nasabahnya melihat tantangan dan peluang ekonomi untuk tumbuh bersama lebih bermakna
Karena itu, melalui SMBC Indonesia Economic Outlook 2025, pihaknya mengajak semua pihak bersama-sama menggali wawasan terkait proyeksi ekonomi di 2025. Acara yang dihadiri pejabat pemerintahan, ahli ekonomi, pemerhati politik, dan pelaku industri ini mendiskusikan prospek ekonomi, potensi investasi , dan kondisi politik di Indonesia.
“Seperti yang sudah kita dengar, tahun ini cukup menantang, terutama karena faktor eksternal kebijakan dagang AS yang berpengaruh, tetapi tetapi juga disampaikan optimisme pertumbuhan ekonomi sedikitnya mungkin 5 persen dan harapan pemerintah yang baru mencapai 8 persen. Tentu perlu sinergi antara pelaku usaha, pemerintah dan masyarakat umum untuk bersama sama kita bisa melampaui tahun tahun sebelumnya,” ujarnya.
Henoch mengatakan, keyakinan ini juga diperkuat dengan keberhasilan sektor perbankan Indonesia dalam menjaga stabilitas sistem keuangan sepanjang 2024.
Salah satunya, SMBC Indonesia yang juga meraih banyak pencapaian penting mulai dari transformasi mereka dari Bank BTPN menjadi SMBC Indonesia, peningkatan layanan nasabah di semua segmen hingga peresmian cabang-cabang di berbagai kota di Indonesia. Ke depan, SMBC Indonesia berkomitmen untuk terus meningkatkan layanan kepada seluruh nasabah
“Seperti yang kita yakini perekonomian di 2025 ekonomi Indonesia, kita masih (optimistis tumbuh) bahkan target pemerintah adalah 8 persen. Jadi kami dari SMBC Indonesia tetap berusaha berkontribusi terhadap perekonomian nasional untuk bersama sama dengan pemangku kepentingan bisa melampaui pertumbuhan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya terlepas dari tantangan global yang sedang kita hadapi,” ujar Henoch.
Diskusi ini sekaligus mengukuhkan komitmen perseroan untuk terus hadir memberikan layanan yang mampu menjawab kebutuhan nasabah di berbagai segmen.
“SMBC Indonesia akan terus menghadirkan solusi keuangan yang inovatif dan komprehensif agar dapat menciptakan lebih banyak pertumbuhan bersama yang lebih bermakna bagi masyarakat dan meningkatkan kontribusi nyata kami bagi kemajuan perekonomian negara,” ujarnya.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Parjiono, dalam keynote speech-nya juga mengungkapkan kondisi ekonomi global yang masih akan melambat dengan risiko ketidakpastian yang terus meningkat. Ia menyebutkan, beberapa lembaga internasional bahkan telah memproyeksikan perekonomian dunia akan tumbuh melambat pada kisaran 3 persen hingga 2026.
“Di sisi lain tantangan eksternal seperti geopolitik, eskalasi perang dagang, climate change, digitalisasi dan penuaan populasi harus diwaspadai karena berpotensi menimbulkan tekanan ekonomi ke negara berkembang,” ujarnya.
Karena itu, Pemerintah terus melakukan langkah antisipatif dan mitigasi risiko untuk menjaga daya beli masyarakat, stabilitas harga, sektor keuangan.
Pertumbuhan Ekonomi Butuh Investasi
Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Dedi Latip mengatakan, untuk dapat mewujudkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) setidaknya membutuhkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 13.032 triliun atau naik 143 persen.
“Untuk 5 tahun depan, dari periode 2025 sampai 2029, nilai tersebut naik 143 persen dari capaian realisasi investasi 10 tahun terakhir. Artinya kita bisa lihat begitu cukup besar target dan harapan yang harus dicapai,” ujar Dedi.
Demi terealisasi, pemerintah pun menawarkan beberapa peluang investasi yang bisa dioptimalkan. Antara lain, hilirisasi sumber daya alam, energi baru dan terbarukan, ketahanan pangan, kesehatan, pendidikan, ekonomi digital, dan pusat data, semi-conductor, ibu kota nusantara (IKN), serta industri manufaktur berorientasi ekspor.
Tak hanya itu, pemerintah juga terus meningkatkan kemudahan berusaha dengan memperkuat kepastian hukum.
“Harapannya, Indonesia memiliki peluang untuk semakin memperkuat posisi dalam rantai pasok global dan berkontribusi mengatasi berbagai tantangan dunia seperti globalisasi, perubahan iklim dan ketimpangan dalam pembangunan,” ujarnya.
Pengaruh Ekonomi Hijau dan Kondisi Politik terhadap Perekonomian Indonesia
Diskusi SMBC Indonesia Economic Outlook 2025 juga turut membahas pentingnya menjaga kondisi stabilitas politik yang sehat demi stabilitas ekonomi guna mendongkrak iklim investasi di dalam negeri.
Anggota Dewan Ekonomi Nasional, Chatib Basri, mengatakan pemerintah juga perlu mendorong progres negara di bidang ekonomi hijau. Menurutnya, komitmen pemerintah untuk mengembangkan energi hijau demi mencapai emisi nol bersih pada 2060 menjadi semakin penting di tengah kondisi iklim dunia saat ini.
“Sinergi antara pemerintah dan sektor swasta menjadi kunci dalam pembangunan infrastruktur energi terbarukan. Kebijakan yang mendukung transisi ke ekonomi hijau pun dapat menarik investor dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Chatib.
Chatib meyakini berbagai upaya mendorong ekonomi hijau ini bisa mendorong masuknya investasi yang berdampak pada perekonomian negara.
“Saya masih liat growth Indonesia masih ada di sekitar 5 persen, mungkin masih ada tekanan dalam jangka pendek untuk ekspor, rupiah, tapi overall saya kira Indonesia masih akan cukup menarik investor masuk. Investor masih akan melihat salah satu tempat yang bisa menjadi basis produksi untuk masuk pasar Amerika atau China,” ujarnya.
Meski menghadapi berbagai tantangan ekonomi, dari kacamata politik, Pemerintahan Prabowo Subianto masih meraih dukungan positif. Berdasarkan paparan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi, sekitar 79,3 persen masyarakat puas dengan kinerja Pemerintah termasuk meyakini bahwa pemerintah dapat menghadapi tantangan ekonomi global.
Namun demikian, pemerintah saat ini menghadapi tantangan yang berasal dari kebijakannya sendiri mulai dari kenaikan PPN 11 persen ke 12 persen dan larangan pengecer jual LPG 3 kg yang berujung dibatalkan, hingga terbaru kebijakan efisiensi anggaran.
Demi menjaga stabilitas, Burhanudin menekankan pentingnya penjelasan yang memadai terkait kebijakan tersebut.
“Makanya perlu ada penjelasan yang memadai, apa yang dipangkas. Karena sekarang terjadi kekisruhan komunikasi, efisiensi dan pemangkasan apa yang dipangkas karena sepertinya ada yang tidak sama dengan apa yang disampaikan dengan realitas yang di lapangan,” ujarnya.
Artikel ini dibuat oleh kumparan Studio