Geliat Konser Musik-Industri Kreatif Dorong Pertumbuhan Ekonomi RI

15 Februari 2025 8:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi menonton konser musik. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menonton konser musik. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Semarak kegiatan ekonomi kreatif, seperti konser musik hingga perkembangan sinema, turut memberikan asa kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ekonomi kreatif (ekraf) kini turut berkontribusi sebagai salah satu motor penggerak perekonomian global. Sektor ini menekankan pada kreativitas manusia sebagai faktor produksi utamanya.
Dalam dokumen White Paper Agenda Ekonomi dan Masyarakat 2024-2029 yang dirilis Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI, disebutkan ekraf telah menempati peran penting dalam perekonomian Indonesia.
Sebelum pandemi COVID-19, ekonomi kreatif tumbuh rata-rata 9,13 persen secara nominal (2010-2019). Pada 2019, ekraf berhasil menyumbang 7,28 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Selain itu, sektor ekraf juga menyumbang kesempatan kerja untuk 16,1 juta orang pada 2019, dan bahkan meningkat daya serapnya menjadi 19,4 juta pada 2020 dan 21,9 juta pada 2021 meskipun terjadi pandemi COVID-19.
Sementara pada tingkat global, berdasarkan data UNESCO, ekraf menyumbang 3 persen terhadap PDB global. UNCTAD mencatat, ekraf juga berkontribusi pada 21 persen dari total ekspor barang dan jasa.
ADVERTISEMENT
Adapun pemerintah sendiri membagi ekraf di Indonesia ke dalam 16 subsektor:
Wakil Kepala LPEM FEB UI, Mohamad Dian Revindo, menuturkan salah satu subsektor ekraf yang menunjukkan kebangkitan pasca-pandemi COVID-19 adalah musik, terutama didukung oleh bisnis live music alias konser.
Menurut dia, bisnis live music mulai bangkit dan akan terus meningkat pesat karena adanya pent-up demand (permintaan terpendam pada masa pandemi). Momentum kebangkitan terlihat sejak tahun 2022 dan 2023, dan salah satu yang sempat menyedot perhatian publik adalah konser Coldplay.
Ilustrasi menonton konser. Foto: Dok. Kemenparekraf
“Industri konser dan pertunjukan live mampu menciptakan dampak langsung yang berasal dari pengeluaran operasional venue konser hingga pengeluaran penonton nonlokal, dari luar kota maupun luar negeri,” katanya.
ADVERTISEMENT
Selain pengeluaran untuk tiket, lanjut dia, penonton nonlokal juga diperkirakan akan melakukan pengeluaran on-site dan offsite lainnya. Pengeluaran on-site untuk merchandise dan biaya parkir, sedangkan pengeluaran off-site untuk penginapan, transportasi, makanan dan minuman, pembelian di toko-toko lokal, hingga kunjungan ke tempat hiburan lainnya.
“Dampak ekonomi dari penyelenggaraan kegiatan hiburan, dengan gelaran musik sebagai salah satu elemennya, juga berkontribusi terhadap peningkatan penerimaan pemerintah pusat maupun daerah yang signifikan,” imbuh Ravindo.
Dia mencontohkan kontribusi kegiatan hiburan secara langsung kepada penerimaan pemerintah yakni melalui pengenaan pajak. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015 misalnya, pergelaran musik internasional dikenai pajak 15 persen per tiket. Pajak hiburan diperkirakan menyumbang 1,65 persen penerimaan pajak daerah.
ADVERTISEMENT
Khusus sektor perfilman, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan kontribusinya mencapai 0,16 persen terhadap total ekonomi kreatif. Namun pertumbuhan perfilman yang tertinggi yaitu 6,68 persen per tahunnya.
Dia menilai, prospek bisnis perfilman terus meningkat ditunjukkan oleh produksi film-film nasional yang mulai mengambil porsi di bioskop-bioskop Indonesia.
“Sebanyak 24 persen investasi di sektor perfilman berasal dari modal dalam negeri, artinya dengan mendukung industri perfilman maka kita mendukung penanaman modal dalam negeri yang lebih besar,” jelasnya.
Dalam catatan LPEM FEB UI, pada tahun 2022 industri layar yang mencakup film, animasi, video, TV, dan radio di Indonesia telah menyumbangkan dampak ekonomi sebesar Rp 81 triliun terhadap PDB dan menyerap hingga 387.000 tenaga kerja.
ADVERTISEMENT
Industri layar Indonesia telah menyumbang 0,41 persen dari total PDB, lebih tinggi dari Malaysia dan Australia, namun masih di bawah Brasil dan Thailand yang masing-masing mencapai 0,61 persen.

Peran Ekonomi Kreatif dalam Indonesia Emas 2045

Pada intinya, Ravindo menuturkan bahwa sektor ekraf memiliki arti yang sangat strategis untuk mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045. Pertama, sektor ini terbukti mampu diandalkan untuk menyerap tenaga kerja yang besar.
“Hal ini disebabkan oleh sifat dari usaha yang inklusif, dapat dilakukan secara individual, tidak selalu memerlukan pendidikan tinggi, modal yang besar dan teknologi yang tinggi,” tuturnya.
Kedua, Indonesia memiliki modal yang besar untuk pengembangan ekraf, yaitu kreativitas yang berbasis kekayaan budaya, kekayaan alam sebagai sumber bahan baku, serta kemampuan untuk melakukan kerja kolektif.
ADVERTISEMENT
“Ekonomi kreatif memiliki potensi yang besar untuk menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi sekaligus inklusif karena karakteristiknya yang memungkinkan kreasi pelaku terlepas dari usia, gender, tingkat pendidikan, geografis maupun maupun skala usahanya,” pungkas Ravindo.