Geliat Wisata Pulau Samosir, Mengejar Target 300 Ribu Wisatawan

11 Desember 2017 19:26 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Danau Toba dilihat dari Huta Ginjang (Foto: Wendy Saputro/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Danau Toba dilihat dari Huta Ginjang (Foto: Wendy Saputro/kumparan)
ADVERTISEMENT
Seorang anak muda berbadan gempal, menyambut kami di dermaga Hotel Inna Parapat pada sisi Danau Toba yang masuk wilayah Kota Parapat, Sumatera Utara. Kemeja batik merah membalut kulitnya yang legam. “Perkenalkan nama saya Abe, lengkapnya Abe Moris Sidabutar,” katanya tersenyum ramah, sambil menjulurkan tangan mengajak bersalaman kami semua rombongan peserta BUMN Expose: Expert Visit.
ADVERTISEMENT
Dengan ramah, pemuda asal Desa Tomok, Pulau Samosir itu, langsung nyerocos menjelaskan detail Danau Toba dan Pulau Samosir, yang merupakan objek wisata unggulan Sumatera Utara Menurutnya, kehangatan dan keramahan semacam itu merupakan hal baru di Danau Toba. Sebelumnya, kata Abe yang pernah mengadu nasib di Singapura dan Jakarta, warga sekitar Danau Toba dan khususnya Pulau Samosir, kurang bisa menunjukkan keramahan bagi para turis yang hadir.
“Maklumlah, kami ini orang Batak. Pembawaannya keras, walaupun sebenarnya di dalam hati kami lembut,” katanya berkisah sambil menemani kami berjalan menyusuri dermaga menuju kapal. Kapal kayu berwarna biru dengan dua lantai dek itulah yang akan memawa kami ke Pulau Samosir.
Abe bersama 50-an pemuda di Desa Tomok, salah satu gerbang masuk ke Pulau Samosir, tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata. Komunitas itu baru terbentuk pada Agustus 2016, ketika Desa Tomok mendapat pembinaan dari PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I untuk menjadi Desa Wisata. Untuk mengembangkan potensi pariwisata desa tersebut, Pelindo I bahkan menunjuk praktisi pariwisata asal Yogyakarta, Joko Kuntoro sebagai konsultan.
Pelabuhan Penyeberangan Desa Tomok (Foto: Wendy Saputro/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pelabuhan Penyeberangan Desa Tomok (Foto: Wendy Saputro/kumparan)
Menurut Joko, Kelompok Sadar Wisata di Desa Tomok merupakan salah satu dari sedikit Kelompok Sadar Wisata yang memiliki AD/ ART dan sudah diakui sebagai badan hukum oleh Pemkab Samosir.
ADVERTISEMENT
“Ini bukan sekadar formalitas, karena Kelompok Sadar Wisata inilah yang menjadi ujung tombak pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk mengembangkan potensi pariwisata Desa Tomok,” kata Joko kepada kumparan (kumparan.com), Senin (11/12).
Joko menambahkan, faktor SDM-lah yang pertama ia benahi untuk mengembangkan pariwisata di Pulau Samosir. Karena menurutnya, walaupun objek dan kegiatan pariwisata di sebuah tempat sangat bagus, turis akan sungkan datang jika tak merasakan kenyamanan dari para pengelola paket wisata.
Pasar souvenir Desa Wisata Tomok (Foto: Wendy Saputro/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pasar souvenir Desa Wisata Tomok (Foto: Wendy Saputro/kumparan)
“Bahkan untuk pengembangan SDM itu, Pelindo memberangkatkan beberapa orang anggota kelompok untuk belajar pengelolaan pariwisata ke Yogyakarta,” tambah Joko yang juga pengajar di Tourism Training Center UGM serta sejumlah akademi pariwisata di Jogja.
Jika dulu masyarakat Samosir terkotak-kotak berdasarkan profesi dan kepentingannya, kini mereka semakin sadar pentingnya gotong-royong untuk membuat wisatawan nyaman. “Jadi ini pengembangan pariwisata berbasis masyarakat. Ada yang pedagang souvenir, perajin, pemain musik dan penari, juga pemandu wisata, semuanya enggak lagi mengutamakan kepentingannya,” papar Joko.
ADVERTISEMENT
Peneliti di Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi memuji Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan PT Pelindo I. Menurutnya, kiprah beberapa BUMN di berbagai tempat justru berkonflik dengan masyarakat lokal, tak beda jauh dengan korporasi lainnya. “Padahal seharusnya kehadiran BMUN juga turut menyejahterakan masyarakat di sekitarnya. Semoga yang dilakukan Pelindo I menjadi langkah terbukanya era baru BUMN,” ujarnya.
Penari Tortor di Desa Tomok Pulau Samosir (Foto: Wendy Saputro/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penari Tortor di Desa Tomok Pulau Samosir (Foto: Wendy Saputro/kumparan)
Pembinaan Desa Wisata yang dilakukan Pelindo I ini sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo untuk mengembangkan 10 destinasi wisata baru atau “Bali Baru”. Salah satu di antaranya adalah wisata Danau Toba.
Untuk mewujudkan itu, berbagai fasilitas, objek wisata, serta event budaya di Danau Toba dan Pulau Samosir masih perlu ditingkatkan. Meskipun memang, sejak Bandara Silangit dioperasikan angka kunjungan wisatawan ke Danau Toba dan Pulau Samosir meningkat pesat.
ADVERTISEMENT
Data Kementerian Pariwisata menunjukkan, jika pada semester I 2016 jumlah wisatawan ke Danau Toba ada 30 ribu orang, maka pada periode yang sama 2017 melonjak empat kali lipat jadi 120 ribu orang. Pada 2017 Kemenpar mematok target 300 ribu orang dan tahun depan ingin kunjungan wisatawan berlipat tiga.
Wisatawan kunjungi Desa Wisata Tomok (Foto: Wendy Saputro/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wisatawan kunjungi Desa Wisata Tomok (Foto: Wendy Saputro/kumparan)
Menurut Abe, fasilitas dan objek pariwisata di desanya masih perlu dikembangkan. Saat ini di Tomok hanya ada Makam Raja Sidabutar, Museum Batak, pertunjukan Sigale-gale, serta pasar souvenir. “Dengan itu, wisatawan hanya tinggal di Tomok satu sampai dua jam, sudah bisa mengeksplorasi semuanya. Kami ingin wisatawan tinggal lebih lama di Tomok,” katanya.
Hal itulah memang yang dirasakan 50-an anggota rombongan BUMN Expose: Expert Visit. Padahal, di bagian lain Pulau Samosir msih terdapat potensi wisata lain. Namun memang, perlu kemudahan akses serta fasilitas pendukung lainnya agar turis ingin berkunjung dan tinggal lebih lama.
ADVERTISEMENT