Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Gerakan Frugal Living Ancam Ekonomi RI, Pemerintah Diminta Cepat Respons
2 Desember 2024 18:58 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Gerakan frugal living atau gaya hidup superhemat kini banyak dilakukan masyarakat imbas kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN ) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
ADVERTISEMENT
Ajakan superhemat ini juga ramai di media sosial. Banyak warganet mengajak masyarakat untuk menahan belanja, tidak membeli barang di ritel atau mal, bahkan tidak melakukan transaksi pembayaran secara digital.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, meminta pemerintah untuk cepat merespons hal tersebut. Menurutnya, jika semakin banyak gerakan frugal living, maka ekonomi tidak akan berjalan. Apalagi, konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
"Frugal living, sederhana, hemat, enggak banyak konsumsi. Ini upaya ketidakpuasan sebagian masyarakat, terutama dalam kaitannya rencana kenaikan PPN," ujar Andry dalam acara BI Bersama Masyarakat (BIRAMA) 2024 di Gedung BI, Jakarta, Senin (2/12).
Rencana PPN 12 persen mulai Januari 2025 dinilai turut memukul kelas menengah atas. Golongan masyarakat ini diprediksi akan semakin sulit karena selama ini tidak mendapat bantuan sosial (bansos). Untuk itu, Andry meminta pemerintah segera merespons dan menyiapkan bansos agar golongan ini bisa sedikit bernapas jika kenaikan PPN jadi dilakukan bulan depan.
ADVERTISEMENT
"Perlu bantalan, bukan cuman bansos, tapi tiering 60-70 persen ini (golongan menengah atas), selama ini tidak ter-cover bansos," jelasnya.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Firman Mochtar menjelaskan, konsumsi rumah tangga masih menjadi penyangga terbesar dala struktur perekonomian Indonesia. Sehingga komponen ini harus tetap dijaga agar perekonomian tetap stabil.
Dari sisi moneter, BI akan terus mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga melalui kebijakan stabilitas rupiah hingga suku bunga.
"Struktur perekonomian, konsumsi 55 persen dari pertumbuhan ekonomi. Dari sisi sektoral, sektor apa yang didorong, bukan hanya pertumbuhannya, tapi inklusivitasnya. Upaya ini yang harus dilakukan," kata Firman.
Selain itu, BI juga mendorong transaksi nontunai melalui inovasi sistem pembayaran. BI saat ini juga telah memiliki blueprint sistem pembayaran 2025 dan diharapkan mampu meningkatkan transaksi nontunai di masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Berbagai upaya akan didorong bukan hanya velositas (kecepatan perputaran uang), tapi bagaimana bangun struktur yang lebih kuat, infrasruktur yang akan kita perkuat. Keseluruhan ini cara kita bangun infrastruktur pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat," pungkasnya.