Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Gibran Tanya Mahfud soal Carbon Capture, Ini Penjelasannya di Sektor Energi
23 Desember 2023 14:53 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Satu istilah yang tak lazim disebutkan Cawapres paslon 02, Gibran Rakabuming Raka, saat debat tadi malam yaitu Carbon Capture and Storage (CCS). Istilah tersebut ditanyakannya kepada Cawapres paslon 03, Mahfud MD.
ADVERTISEMENT
Meski sudah dijawab panjang lebar oleh Mahfud MD selama 2 menit, Gibran tidak puas karena merasa pertanyaannya tidak terjawab. Dia meminta Mahfud tidak menjelaskan tidak sesuai konteks pertanyaannya.
"Pak Prof Mahfud menjawab 2 menit tapi pertanyaan saya belum dijawab sama sekali pak, apa regulasinya untuk carbon capture and storage, simpel sekali pertanyaan saya, mohon dijawab sesuai pertanyaan yang saya tanyakan, ndak perlu ngambang ke mana-mana," tegas dia saat Debat Pilpres 2024, Jumat (22/12).
Sebenarnya Apa Itu CCS?
Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 2 Tahun 2023, CCS adalah kegiatan yang mencakup penangkapan emisi karbon dan/atau pengangkutan emisi karbon tertangkap, dan penyimpanan ke zona target injeksi dengan aman dan permanen sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya selain CCS, ada juga istilah lain yang selalu dilekatkan dengan penangkapan karbon ini yaitu Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS).
Salah satu upaya mengurangi emisi gas rumah kaca tersebut baru diatur khusus untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas). Pemerintah rencananya akan menerbitkan peraturan presiden (Perpres) untuk kebijakan CCS di luar hulu migas.
Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, menuturkan pemerintah telah mengumumkan kemajuan strategis dalam penerapan teknologi CCS untuk pembangunan berkelanjutan.
"Indonesia, dengan kapasitas penyimpanan CO2 potensial yang mencapai 400 hingga 600 gigaton di-depleted reservoir dan saline aquifer, berdiri di garis depan era industri hijau," ungkapnya melalui keterangan resmi, Sabtu (23/12).
ADVERTISEMENT
Potensi ini, kata dia, memungkinkan penyimpanan emisi CO2 nasional selama 322 hingga 482 tahun, dengan perkiraan puncak emisi 1.2 gigaton CO2 ekuivalen pada tahun 2030.
Menurut Jodi, sebagai pelopor di ASEAN dalam penerapan regulasi CCS dan berperingkat pertama di Asia menurut Global CCS Institute, Indonesia telah membangun fondasi hukum yang kuat.
Regulasi ini termasuk Permen ESDM 2/2023 tentang CCS di industri hulu migas, Perpres 98/2021 tentang nilai ekonomi karbon, dan Peraturan OJK 14/2023 tentang perdagangan karbon melalui IDXCarbon.
"Kita juga menuju penyelesaian Peraturan Presiden yang akan lebih memperkuat regulasi CCS," tambah Jodi.
Ambisi Indonesia Jadi Pusat CCS Dunia
Jodi menuturkan, Indonesia berambisi mengembangkan teknologi CCS dan membentuk hub CCS. Inisiatif ini tidak hanya akan menampung CO2 domestik tetapi juga menggali kerja sama internasional.
ADVERTISEMENT
"Ini menandakan era baru bagi Indonesia, di mana CCS diakui sebagai 'license to invest' untuk industri rendah karbon seperti blue ammonia, blue hydrogen, dan advanced petrochemical," jelasnya.
Dia melanjutkan, pendekatan ini akan menjadi terobosan bagi perekonomian Indonesia, dengan membuka peluang industri baru dan menciptakan pasar global untuk produk-produk rendah karbon.
Meski demikian, Jodi mengakui teknologi CCS memerlukan investasi besar. Nota kesepahaman antara pemerintah Indonesia dan ExxonMobil baru-baru ini mencakup investasi USD 15 miliar dalam industri bebas emisi CO2.
"Sebagai perbandingan, proyek CCS Quest di Kanada membutuhkan USD 1.35 miliar untuk kapasitas 1.2 juta ton CO2 per tahun. Data ini menyoroti pentingnya alokasi penyimpanan CO2 internasional dalam memfasilitasi investasi awal yang besar untuk proyek CCS," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Jodi menyebut, negara-negara tetangga seperti Malaysia, Timor Leste, dan Australia juga bersaing berupaya menjadi pusat CCS regional, sehingga penting bagi Indonesia untuk memanfaatkan kesempatan ini sebagai pusat strategis dan geopolitik.
"Inisiatif ini diharapkan tidak hanya membantu Indonesia dalam mencapai tujuan lingkungan global, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inovatif," pungkasnya.