GIMNI Nilai Kelola Sawit RI Masih Kalah Maju Dibanding Malaysia dan China

20 Januari 2023 14:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga dipanggil sebagai saksi pada Sidang Majelis KPPU Foto: Akbar Maulana/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga dipanggil sebagai saksi pada Sidang Majelis KPPU Foto: Akbar Maulana/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, membandingkan tata kelola sawit di Indonesia dengan Malaysia dan China.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut disampaikan Sahat saat dipanggil sebagai saksi dalam Sidang Majelis Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) tentang dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tak sehat alias kartel minyak goreng.
"Contoh di Malaysia, kenapa Malaysia berhasil kenapa China berhasil. Saya sampaikan ke pemerintah, jangan hanya macan kertas. Berikan peraturan-peraturan langsung otomatis merasa jalan, enggak bisa," kata Sahat di Kantor KPPU, Jakarta, Jumat (20/1).
Menurutnya, seharusnya pemerintah Indonesia memiliki power yang lebih besar dalam tata kelola sawit nasional. Tidak hanya regulasi saja, tapi ada bentuk fisik berupa pasokan hingga fasilitas yang dikuasai pemerintah.
"China coba lihat berapa juta ton tangki minyaknya, itu saja digelontorkan selesai. Malaysia dia tak punya tangki tapi dia punya sistem," kata Sahat.
Ilustrasi lahan kelapa sawit. Foto: Bloomberg Creative/Getty Images
Sistem tata kelola sawit di Malaysia menurutnya lebih bagus. Dari catatannya, pada periode Januari-Juni 2022 harga minyak goreng di Malaysia mencapai RM 52 per 5 kg, lalu pemerintah Malaysia membuat aturan menjadi RM 34 per 5 kg dan semua pengusaha mengikutinya.
ADVERTISEMENT
"Enggak susah karena semua mesin penjualan teregister semua di keuangan. Jadi begitu ada selisih tinggal reimburse, enggak ribut. Kalau di kita begitu, bancaan semua itu. Jadi belum (siap) tapi perlu waktu," ungkap Sahat.
Kalau mau bisa seperti di Malaysia, Sahat menilai Indonesia harus melangkah maju memperbaiki tata kelola sawit dalam negeri. "Untuk mengarah lebih maju. Jadi sistem ini tolong dibantu. KPPU tolong bikinkan, jadi kita bisa elegan dalam berbisnis itu," tutur Sahat.