Grab & GoTo Mau Merger, Pemerintah Diminta Atur Regulasi Penghasilan Ojol

11 Mei 2025 12:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Goto dan Grab. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Goto dan Grab. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Rencana merger Grab-GoTo mendapat penolakan dari Koalisi Ojol Nasional (KON) karena dinilai dapat mempengaruhi besaran pendapatan mitra ojek online (ojol). Untuk itu, keberadaan regulasi mengenai besaran penghasilan mitra dinilai harus dirumuskan.
ADVERTISEMENT
Pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar melihat jika Grab dan GoTo merger, tujuan utamanya adalah memperbesar keuntungan, dengan begitu potensi berkurangnya persentase penghasilan mitra tentu ada. Karena itu, menurutnya pemerintah perlu ikut andil dalam mengatur persentase besaran mitra ojol.
“Pemerintah harus menentukan pembagian yang jelas dalam regulasi sehingga mitra mendapatkan penghasilan yang cukup, yang memang adil gitu. Tidak ditentukan oleh si aplikator hasil merger Grab dan GoTo ini karena mereka akan menguasai pasar lebih besar lagi kan,” kata Timboel kepada kumparan, Minggu (11/5).
Ia juga mengimbau agar tidak ada monopoli harga yang dilakukan oleh Grab dan GoTo apabila kedua perusahaan tersebut melakukan langkah merger. Dengan adanya regulasi mengenai persentase penghasilan mitra, Timboel melihat hal ini bisa menciptakan keadilan bagi aplikator dan mitra dan menghindari potensi eksploitasi.
ADVERTISEMENT
“Kalau memang nanti dibiarkan secara pasar bebas yang menentukan Grab dan GoTo ya tentunya terjadi potensi eksploitasi pekerja. Pekerjanya semakin rajin kerja tapi pendapatannya tidak mendukung. Dan ini yang memang terjadi eksploitasi perbudakan modern lah,” ujarnya.
Aplikasi GOJEK dan Grab. Foto: Bianda Ludwianto/kumparan
Selain Timboel, pengamat ketenagakerjaan dari Policy Research Center (Porec) Arif Novianto mengkhawatirkan potensi hilangnya persaingan besaran persentase aplikator dalam memberi bayaran terhadap mitra.
Menurut Arif selama ini aplikator masih ditantang untuk berlomba-lomba dalam memberi insentif atau persentase bayaran kepada mitra. Jika Grab dan GoTo merger Ia bilang persaingan untuk mempertahankan pasokan tenaga kerja yakni mitra bisa hilang.
“Jika Grab dan GoTo merger, kompetisi ini hilang, dan perusahaan hasil merger bisa dengan leluasa menurunkan tarif atau menghapus insentif tanpa khawatir kehilangan pengemudi,” kata Arif.
ADVERTISEMENT
Selaras dengan Timboel Ia juga mengkhawatirkan penghasilan mitra dapat turun karena potongan aplikator bisa saja lebih tinggi jika Grab dan GoTo merger. Hal ini karena posisi perusahaan setelah merger dapat lebih dominan dan berorientasi pada keuntungan yang lebih besar.
“Dalam jangka panjang, konsentrasi pasar ini akan memperkuat posisi tawar perusahaan dalam melawan kebijakan perlindungan tenaga kerja berbasis platform, seperti jaminan sosial, upah layak, atau hak berorganisasi,” ujarnya.
Di sisi usaha dengan jika Grab dan GoTo merger maka hal tersebut memiliki arah ke praktik monopoli atau setidaknya duopoli yang dominan sehingga persaingan usaha di sektor aplikasi ojol dapat terhambat.
“Pada konteks ini, KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) sebagai lembaga pengawas wajib mengkaji secara mendalam potensi dominasi pasar dan dampak sosial ekonomi dari merger ini,” kata Arif.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Andi Kristiyanto, Ketua Presidium KON mengungkap terdapat kekhawatiran bahwa kebijakan baru perusahaan hasil merger ini akan mempengaruhi pendapatan ojol.
Ia melanjutkan bahwa mitra pengemudi adalah pihak yang laing dirugikan jika merger ini benar-benar terjadi. KON juga mendesak Pemerintah agar membatalkan Merger antara dua perusahaan tersebut demi mencegah menurunnya pendapatan ojek online dan menghindari terjadinya ledakan pengangguran akibat merger.
Rumor mengenai rencana Grab mengakuisisi GoTo makin menguat. Laporan Reuters menyebutkan bahwa kesepakatan dikabarkan akan rampung di kuartal II tahun ini.