Gubernur Babel: Saya Pilih yang Sustain, dan Itu Bukan Tambang

27 Oktober 2018 14:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Bangka Belitung, Erzaldi Rosman. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Bangka Belitung, Erzaldi Rosman. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
“Saya Memilih yang Sustain, dan Itu Bukan Tambang!”
Berbicara soal Kepulauan Bangka Belitung tak akan lepas dari timah. Kualitas timah terbaik di dunia ada di sini. Ya, timah menjadi salah satu sektor pendorong perekonomian Bangka Belitung. Tak ayal, penambangan dilakukan secara masif, baik yang legal atau ilegal.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, kerusakan lingkungan terjadi cukup parah di Bangka. Lihat saja dari udara, saat pesawat yang ditumpangi akan mendarat di Bandara Depati Amir, Pangkalpinang. Lubang-lubang bekas penambangan terlihat menganga dengan jelas, pun pantai yang kini berubah warna menjadi cokelat pekat.
Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman mengakui kerusakan lingkungan di Bangka sudah ‘lampu kuning’. Dampaknya mulai dirasakan masyarakat, seperti bencana banjir yang kerap terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam wawancara dengan kumparan di ruang VIP Bandara Depati Amir, Pangkalpinang, Senin pagi (22/10), Erzaldi membeberkan segala persoalan penambangan timah. Dalam perbincangan selama satu jam tersebut, dia menegaskan sikapnya soal tambang timah.
“Kita tidak bisa bergantung pada pertambangan terus-menerus. Ini barang akan habis. Jangan sampai setelah timah habis, baru mengalihkan ke tempat lain. Justru saat kondisi masih kuat, kita dorong orang berinvestasi ke sektor pariwisata,” katanya.
ADVERTISEMENT
Berikut perbincangan dengan Gubernur Bangka Belitung yang berusia 48 tahun ini terkait masalah penambangan timah hingga ambisinya agar Pemprov Bangka Belitung punya bagian saham di PT Timah (Persero) Tbk.
Anda mengatakan sudah saatnya beralih dari Tambang. Apakah ini berarti tambang timah akan segera berakhir?
Meninggalkan tambang tidak, karena ini barang sudah ada. Tetapi bagaimana kita mengefektifkan tambang ini memberikan hasil baik, besar, kita peruntukkan untuk masyarakat negara, dan ramah lingkungan.
Anda menyebut mulai beralih ke pariwisata, terutama wisata laut. Sedangkan pertambangan kini mulai merambah laut. Bagaimana jelasnya?
Kita mengatur bahwa di Bangka Belitung ini pariwisatanya mengandalkan pantai, sekarang kami sedang membuat Perda zonasi.
Perda zonasi itu Perda RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil), mengatur zona peruntukan untuk laut kita. Ada zona tambang, ada pariwisata, ada zona penangkapan ikan dan sebagainya, termasuk kawasan laut untuk konservasi.
ADVERTISEMENT
Perda zonasi mengatur peruntukkannya, termasuk areal pulau yang mau kita manfaatkan. Tidak hanya potensi ikan dan sebagainya. Bahkan ada potensi BMKT (Barang Muatan Kapal Tenggelam), peninggalan kapal yang karam. Itu ratusan tenggelam di areal Bangka Belitung.
Temuan kami di lapangan Kapal Isap Produksi beroperasi tak sampai 2 mil dari bibir pantai. Nelayan mengeluh tangkapan ikan turun drastis sejak ada penambangan timah di laut?
Makanya Perda Zonasi ini harus cepat. Ketika zonasi sudah ada, kita harus strike mengatur areal pertambangan di laut.
Area tambang yang sudah diberikan izin ini dilematis. Mau diambil atau di-cut selesai sampai di sini. Itu kami serahkan pada pengambil keputusan nantinya. Kita serahkan ke DPRD untuk disahkan.
ADVERTISEMENT
Perda zonasi ini kita harus melakukan konsultasi. Selain konsultasi publik, kita juga harus lakukan asistensi kepada KKP. Di sini masih terjadi perdebatan. Kalau di Provinsi lain mungkin karena areal lautnya itu tidak ada tambang, ya cepat Perda disahkan.
Di Babel ini tantangannya luar biasa, ada kepentingan-kepentingan, termasuk kepentingan negara karena timah ini juga penyumbang devisa kepada negara. Dan KP (Kuasa Pertambangan) ini terbanyak dari PT Timah.
Apakah Perda Zonasi memastikan wilayah nelayan aman dari tambang?
Ketika Perda sudah ada, banyak stakeholder yang berperan mengawal. Jangan sampai sudah dibuat, dilanggar. Seperti saya sampaikan, area ini luas. Area zonasi 555 pulau, 80 persennya laut. Mengawasi laut ini bagaimana? Tentu harus ada kerja sama.
ADVERTISEMENT
Ketika harga timah terlalu tinggi penyelundupan banyak. Karena ini dekat jalur internasional. Jadi perlu perhatian khusus. Artinya di sini pemerintah pusat bantu, jangan dianggap kecil.
Kapal isap pertambangan timah di Sungai Liat, Bangka. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kapal isap pertambangan timah di Sungai Liat, Bangka. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Bagaimana dengan masyarakat yang masih bergantung pada timah?
Ya makanya zonasi ini harus. Dulu lada tidak diperhatikan. Saya perhatikan lada, pariwisata, UMKM. Kalau sektor ini kuat, tidak ada lagi yang ke tambang. Kalau sekarang belum tentu.
Kalau harga timah naik, kebun belum menghasilkan, harga sawit dan lada turun, ada timah di dalam digali. Dia tidak berpikir bekas tambang tidak bisa ditanam lagi. Pokoknya butuh uang, ya gali dan dia ingin dapat duit cepat.
Coba lihat di laut, berapa persen yang menangkap ikan? Kebanyakan nambang karena merasa tambang lebih menghasilkan. Kita tidak didukung faktor kontrol dan keamanan untuk bisa menertibkan mereka agar tidak melakukan penambangan secara ilegal. Petugas kita sedikit, belum lagi perkara lainnya ada oknum-oknum bermain.
ADVERTISEMENT
Banyak oknum bermain?
Kalau banyak tidak. Namanya oknum pasti ada. Kami, Kapolda, Danrem, Kejati, selalu bersama saling mengingatkan. Tidak hanya ada oknum TNI dan Polri, PNS juga ada kok.
Bagaimana soal permintaan penambangan di laut Olivier Belitung yang diklaim akan menggunakan alat ramah lingkungan?
Olivier menurut PT Timah kandungan sangat besar. Kita sama berkeinginan menambang dengan ramah lingkungan. Ambil timahnya, minimalkan kerusakan lingkungan. Memang yang namanya tambang tidak ada yang tidak rusak lingkungan. Tapi tolong seminimal mungkin.
Jangan sampai apa yang sudah ada tak termanfaatkan. Tapi kami serahkan semua kepada pemerintah pusat. Masyarakat akan mendukung selama ada sesuatu yang mereka dapat. Tinggal PT Timah dengan Kementerian ESDM dan KKP mencari jalan keluarnya.
ADVERTISEMENT
Intinya masyarakat akan menerima kalau ada sesuatu yang mereka dapatkan. Misalnya oke nambang di sini tapi tolong nanti bangun fasilitas pariwisata. Silakan nambang, apa yang akan pemerintah daerah dapatkan? Sehingga ada take and give, jangan kayak sekarang, nambang tapi hanya meninggalkan jaminan pascatambang.
Jadi kebijakan ini harus betul-betul memberi manfaat yang jelas kepada masyarakat. Perjanjian harus clear betul.
Enggak sayang dengan pantai Olivier, bukannya Belitung andalannya wisata laut?
Saya sampaikan kalau (izin) kita cabut, bisa dicabut. Tapi kan (PT Timah) ini aset negara. Kebijakan ada di pusat. Jadi kita rembuk sama-sama apa take and give.
Tapi harus dipikirkan juga berapa karyawan Timah dan masyarakat yang terpengaruh (kalau izin dicabut). Saya ambil contoh ada satu desa namanya Tempilang. Ekonominya bagus berkembang, karena ada penambangan di situ.
ADVERTISEMENT
Tiba-tiba ada terjadi pembunuhan di sana. Tambang ditutup, langsung turun ekonominya. Nah kita tidak mau itu terjadi. Tapi bukan terus melakukan penambangan.
Dari sekarang saya sampaikan, kita harus sudah persiapkan pasca-tambang. Pariwisata ini harus berjalan, perkebunan, perikanan harus berjalan. Tapi lucunya ketika harga timah naik orang lari lagi ke timah, ini masalahnya.
Karena timah ini cepat dapat duitnya, hari ini kerja hari ini dapat duit. Kebun, bisa menunggu panen berbulan-bulan. Itu masalah. Memang cukup berat.
Pantai di Sungai Liat, Bangka. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pantai di Sungai Liat, Bangka. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Jadi kebijakannya bergantung pada pusat?
Ini yang menjadi dilematis bagi kami. Tapi bagi saya, mana yang lebih sustain. Tambang atau yang lainnya? Tentu yang lainnya. Kami akan mengambil kebijakan akan membatasi, khususnya untuk PT Timah.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan yang swasta?
Yang swasta bisa saja kami cabut. Tapi kalau ini aset negara, kita mesti tanya juga pada KKP dan ESDM. Ini punya negara, jangan susahnya diberikan pada Pemda Provinsi. Perkara cabut mencabut oke-oke saja, tapi kalau sudah kepentingan negara yang terganggu kan repot. Khusus untuk ini kami serahkan kepada pemerintah pusat.
Kalau mereka menekankan tetap tambang, ya boleh. Tapi apa yang diberikan kepada daerah? karena terus terang saja dengan hanya mendapat royalti 3 persen, itu masih diambil oleh negara 25 persennya, daerah belum optimal membangun dari hasil tambang.
Pajak tidak begitu besar. Maka saya berharap kalau misalnya nanti PT Timah yang menguasai KP-KP yang ada d Bangka Belitung, kami ada rencana mau mengajukan ke pemerintah pusat Provinsi Babel dapat bagian saham di PT Timah.
ADVERTISEMENT
Kenapa tidak beli sahamnya, bukannya PT Timah sudah Tbk?
PT Timah memang sudah Tbk, dulu kita minta mereka tidak mau. Coba bayangkan kerusakan di mana-mana, banjir akibat penambangan selalu terjadi karena sedimentasi dari penambangan.
Kami pemerintah provinsi dan kabupaten kalau total mau mengatasi masalah banjir yang kemarin itu butuh kurang lebih Rp 900 miliar, sekarang baru dicicil. Coba kalau kami punya saham, bisa membangun untuk mengatasi masalah itu.
Selain itu bisa punya suara untuk mengambil kebijakan. Waktu saya baru menjabat saya beraudiensi dengan Dirut PT Timah, coba kebijakan PT Timah jangan semata hanya mementingkan tambang timah, tapi reinvestasi dong.
Saya mengajak PT Timah reinvestasi, mereka investasi rumah sakit, mau bikin mal. Tapi reinvestasi tidak cukup juga membuat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Tentu peran PT Timah selaku perusahaan terbesar di bangka Belitung lebih dari reinvestasi. Karena yang didapatkan dari PT Timah ini lebih bisa menghidupkan masyarakat Indonesia. Masa yang menghasilkannya hanya dapat reinvestasi.
ADVERTISEMENT
Maka kami bersama dengan DPRD mutlak harus mengajukan saham di PT Timah. Dan akan terus dikejar. Posisi tawarnya begitu saja.