Gubernur BI Anggap Rupiah Masih Stabil, Kini Anjlok di Rp 16.412 per Dolar AS

16 Juni 2024 7:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Kantor Pusat BI, Rabu (20/3). Foto: Ave Airizaa Gunanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Kantor Pusat BI, Rabu (20/3). Foto: Ave Airizaa Gunanto/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rupiah terus masih tren pelemahan. Berdasarkan data Bloomberg, mata uang garuda ditutup melemah 142 poin menjadi Rp 16.412 per dolar AS pada perdagangan Jumat (14/6). Dalam sepekan, rupiah melemah 1,33 persen dan 0,87 persen secara harian.
ADVERTISEMENT
Gubernur Bank Indonesia (Gubernur BI), Perry Warjiyo, mengatakan pergerakan rupiah masih stabil. Bahkan, dia menyebut rupiah adalah salah satu mata uang terbaik di dunia.
"(Rupiah) Itu salah satu yang terbaik di dunia. Rupiah kita sangat stabil. Salah satu yang terbaik di dunia," kata Perry kepada wartawan di Istana Negara, Jumat (14/6).
“Bandingkan dengan Korea, bandingkan dengan peso (Filipina), bandingkan dengan bahkan Thailand, bandingkan dengan Jepang. Kita depresiasi kita adalah paling termasuk yang rendah dan stabil,” tegasnya
Perry memastikan pihaknya akan terus memantau pergerakan rupiah di pasar keuangan. Ia mengaku siap melakukan intervensi jika diperlukan.
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Foto: Muhammad Adimaja/Antara Foto
Di sisi lain, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, pelemahan rupiah ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor global. Dolar AS dalam sepekan terakhir tercatat kembali menguat terhadap mata uang global, baik mata uang negara maju dan mata uang negara berkembang termasuk Rupiah.
ADVERTISEMENT
Kinerja dolar AS terhadap mata uang terindikasi dari indeks dolar dalam sepekan ini yang tercatat menguat sebesar 0,63 persen ke level 105,55. Hal ini dipengaruhi oleh pelemahan mata uang euro, sterling, dan yen Jepang masing-masing 0,91 persen, 0,25 persen, dan 0,41 persen.
"Penguatan dolar AS didorong oleh shifting ke aset safe-haven di tengah gejolak yang sedang berlangsung dalam aset-aset Eropa menjelang pemilihan parlemen Prancis di akhir bulan. Sebelumnya data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan cenderung mendorong pelemahan dolar AS namun hasil rapat FOMC bulan Juni mengindikasikan Fed hanya akan memangkas suku bunga Fed sebesar 25 bps pada tahun ini sehingga mendorong kembali penguatan dolar AS," kata Josua kepada kumparan, Sabtu (15/6).
ADVERTISEMENT
Selain dari faktor global, pelemahan rupiah juga dipengaruhi pemberitaan dari salah satu kantor berita asing terkait kenaikan rasio utang pemerintah berikutnya meskipun belum dapat bisa dikonfirmasi sumbernya. Kebijakan belanja pemerintah ke depannya, yang dikhawatirkan cenderung lebih ekspansif pada masa pemerintahan mendatang sehingga defisit cenderung meningkat tajam.
"Kekhawatiran ini juga terefleksi dari kenaikan yield obligasi 10 tahun sebesar 21 bps ke level 7,20 persen dalam sepekan," kata Josua.
Di tengah kondisi ketidakpastian pasar keuangan global yang masih mendominasi, BI diperkirakan akan tetap berada di pasar untuk melakukan triple intervention dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, sehingga berpotensi mempengaruhi perkembangan cadangan devisa dalam jangka pendek.
"Dengan kondisi ketidakpastian di pasar keuangan global, maka ruang penurunan suku bunga BI dalam jangka pendek cenderung tertutup sekalipun tingkat inflasi bulan Mei terkendali dan data cadangan devisa bulan Mei tercatat meningkat," tutur Josua.
ADVERTISEMENT