Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Gubernur Bank Indonesia (Gubernur BI ), Perry Warjiyo, membantah likuiditas perbankan mulai ketat. Sebab, BI telah menyalurkan likuiditas kepada perbankan dengan total senilai Rp 255 triliun.
ADVERTISEMENT
Perry menegaskan ketahanan sistem keuangan terjaga baik. Likuiditas perbankan kuartal II 2024 tetap memadai, tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tercatat tinggi yaitu sebesar 25,36 persen.
Rasio AL/DPK masih lebih cukup dari level 15 persen. Sehingga, BI menambah insentif likuiditas lebih besar, dan ada tambahan insentif likuiditas bagi penyaluran kredit perbankan pada sektor prioritas.
“Apakah likuiditas juga ketat? Wong DPK tumbuh 8,45 persen. Jadi tambahan likuiditas AL/DPK tinggi dari tambahan insentif likuiditas BI, DPK tumbuh 8,45 persen, dan dari ekspansi moneter,” ujar Perry dalam konferensi pers di Gedung Bank Indonesia, Rabu (17/7).
Likuiditas perbankan terjaga sejalan tambahan insentif likuiditas kebijakan makroprudensial (KLM), ekspansi operasi moneter, dan aliran masuk portofolio asing, di samping tingginya kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK), sehingga berdampak pada suku bunga perbankan yang tetap terjaga.
ADVERTISEMENT
“Faktor keempat tambahan likuiditas dari mana? dari inflow. Asing inflow kan likuiditas rupiah nambah, karena orang asing itu membawa valas ditukar rupiah. Sehingga likuiditas itu cukup AL/DPK 25,36 persen,” kata Perry.
Kendati demikian, Perry menilai tidak semua bank rajin menyalurkan kredit bergantung modal bisnis. Ada sebagian besar bank yang rajin menyalurkan kredit, sehingga mendapat likuiditas dari BI.
“Yang enggak rajin enggak dapet likuiditas. Faktor-faktor itu yang membawa keseluruhan industri likuiditas itu tinggi 25,36 persen, ada tambahan insentif likuiditas DPK dari aliran modal asing dan seterusnya,” jelas Perry.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, sebelumnya mengatakan terjadinya gap antara pertumbuhan kredit dan Dana Pihak Ketiga atau DPK, yang menyebabkan bank melakukan penjualan surat berharga dan mengurangi alat likuid. Tren tingginya suku bunga global telah berdampak pada likuiditas perbankan.
ADVERTISEMENT
"Hal ini juga menyebabkan likuiditas perbankan mengalami tekanan, terlihat dari menurunnya rasio likuiditas bank, meskipun masih jauh di atas threshold dan berada pada level yang lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi," kata Dian dalam jawaban tertulis Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB), dikutip Selasa (16/7).