Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
26 Ramadhan 1446 HRabu, 26 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Gubernur BI Buka Suara soal Kondisi IHSG, Begini Pesannya ke Investor
19 Maret 2025 15:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan bertubi-tubi di tengah tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Bahkan, Bursa Efek Indonesia sempat menghentikan sementara (trading halt) perdagangan saham karena anjlok 6-7 persen, Selasa (18/3).
ADVERTISEMENT
Merespons gejolak IHSG, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan pelemahan IHSG ini merupakan bagian dari dinamika tren investasi global. Meski begitu, Perry menegaskan bahwa aset keuangan Indonesia tetap menarik bagi investor.
Di tengah kondisi pasar yang bergejolak, Perry Warjiyo menyampaikan pesan kepada investor agar tetap percaya pada aset keuangan Indonesia.
BI memastikan instrumen seperti SBN dan SRBI tetap menarik bagi investor asing, terutama dari sisi imbal hasil yang kompetitif dibandingkan negara-negara lain.
"Jadi pesan kami kepada para investor, bahwa kita pastikan aset keuangan di Indonesia, khususnya SBN dan SRBI itu tetap akan menarik bagi investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Menarik yang seperti apa? Satu, imbal hasilnya yang kami pastikan kompetitif dengan negara-negara emerging," ujar dalam konferensi pers di Kantor Pusat BI, Rabu (19/3).
ADVERTISEMENT
Ia juga menegaskan, investor dapat membandingkan yield differential dari SBN dan SRBI dengan instrumen serupa di negara lain, termasuk India, dan akan menemukan bahwa Indonesia masih menawarkan imbal hasil yang lebih menarik.
"Apakah dengan India maupun negara-negara lain investor asing bisa menghitung berapa yield differential ke SBN maupun SRBI yang lebih tinggi dari yield differential dari sejumlah negara, kawasan termasuk India," tegasnya.
Proyeksi AS Turunkan Suku Bunga
Dia menyampaikan salah satu faktor utama yang mempengaruhi kondisi pasar keuangan global saat ini adalah kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed).
Ia memperkirakan The Fed hanya akan menurunkan suku bunga acuannya (Federal Funds Rate atau FFR) satu kali tahun ini, dan penurunan tersebut tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.
ADVERTISEMENT
"Kami perkirakan FFR hanya sekali turun tahun ini dan kayaknya Fed tidak akan buru-buru menurunkan FFR," kata Perry.
Selain itu, Perry juga menyoroti perkembangan defisit fiskal Amerika Serikat (AS), yang berpotensi lebih rendah dari perkiraan awal.
Sebelumnya, defisit fiskal AS diprediksi mencapai 7,7 persen pada tahun ini, namun kini diperkirakan hanya sebesar 6,4 persen. Hal ini berimplikasi pada kebutuhan penerbitan obligasi oleh pemerintah AS yang tidak setinggi sebelumnya.
"Dampaknya terhadap pasar keuangan, pasar keuangan global ketidakpastian masih tinggi pada bagaimana portofolio investasi global itu berubah," jelasnya.
Menurut Perry, pergerakan investasi global kini mulai mengalami pergeseran. Jika sebelumnya mayoritas investasi portofolio mengalir ke AS, kini sebagian mulai bergeser ke pasar negara berkembang (emerging markets), meskipun belum terlalu kuat.
ADVERTISEMENT
Namun, yang paling menonjol adalah peningkatan investasi ke emas sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian global.
"Untuk SBN, obligasi yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta sudah mulai ada pergeseran ini mulai baik ke emerging market, sebagian ya, belum kuat ya, tapi yang besar adalah pergeseran ke emas investasi ke emas," kata Perry.
Sementara itu, tekanan terhadap pasar saham tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di AS dan kawasan Asia secara lebih luas. Perry menekankan bahwa pelemahan harga saham bukan fenomena yang hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga mencerminkan kondisi pasar saham global.
"Untuk saham, saham itu memang di AS juga terjadi penurunan harga saham dan di regional juga ada penurunan harga saham," katanya.
ADVERTISEMENT
Dengan pergeseran investasi ini, Perry tetap optimistis aset keuangan Indonesia masih memiliki daya tarik yang kuat. Ia menilai bahwa instrumen seperti Surat Berharga Negara (SBN), saham, dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) masih menarik secara fundamental, terutama dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap positif di kisaran 4,7–5,2 persen.
Di tengah tekanan eksternal, Bank Indonesia terus mengambil langkah-langkah untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Perry menegaskan bahwa pelemahan Rupiah yang terjadi saat ini lebih banyak disebabkan oleh faktor teknikal akibat ketidakpastian global, bukan karena faktor fundamental ekonomi domestik yang melemah.
"Rupiah secara fundamental mestinya harus menguat. Jadi tekanan-tekanan Rupiah yang sekarang terjadi lebih bersifat tekanan-tekanan faktor-faktor teknikal karena memang ketidakpastian di perekonomian global baik karena kebijakan tarif maupun ketidakpastian di pasar keuangan global," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi tekanan ini, BI terus melakukan intervensi di pasar valuta asing guna menjaga stabilitas nilai tukar. Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menambahkan aliran modal keluar (capital outflow) dari pasar saham Indonesia mencapai Rp 22 triliun sejak Januari hingga Maret 2025.
Namun, di sisi lain, aliran modal masuk (capital inflow) ke instrumen SBN dan SRBI mencapai Rp 25 triliun, yang menunjukkan bahwa investor masih memiliki kepercayaan terhadap pasar obligasi Indonesia.
"Jadi artinya kalau kita bicara SBN SRBI lebih ke fundamental jadi ini yang kita harapkan bahwa apa yang terjadi kemarin sifatnya temporary karena tentunya shock dengan kebijakan-kebijakan yang ada di global," kata Destry.