Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Gubernur BI ke IMF: Kami Tahu Anda Lebih Pintar, tapi Kami Lebih Pengalaman
22 Agustus 2023 18:03 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Gubernur Bank Indonesia (Gubernur BI), Perry Warjiyo, menyebut Indonesia memiliki bauran kebijakan untuk menghadapi ketidakpastian global. Kebijakan ini dinilai lebih ampuh dibandingkan kebijakan moneter yang dimiliki negara maju hingga langkah yang direkomendasikan Dana Moneter Internasional/International Monetary Fund (IMF) terkait kondisi ekonomi global.
ADVERTISEMENT
"Kita tidak peduli dengan pernyataan IMF. Apa yang kita lakukan, kami tahu Anda lebih pintar, tapi kami lebih berpengalaman. Kamu mungkin berpikir lebih pintar, tapi kami lebih berpengalaman, tapi kita juga menggunakan kebijakan moneter makroprudensial dan fiskal," kata Perry dalam pertemuan ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governos Meeting (AFMGM) di Senayan, Jakarta, Selasa (22/8).
Perry mengatakan, Indonesia memiliki cara untuk menjaga stabilisasi keuangan. Salah satu cara yang dilakukan Indonesia adalah dengan menggunakan kebijakan moneter.
Ia menjelaskan, saat ini seluruh negara berkembang tengah mengalami tiga masalah kebijakan atau trilema. Ketiganya yaitu nilai tukar, keleluasaan arus modal, dan otonomi kebijakan moneter.
Perry mengatakan, Indonesia perlu menghadapi dampak rambatan atau spillover global setelah pandemi COVID-19, namun tetap menjaga stabilisasi keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
"Bagaimana? Gunakan kebijakan moneter, tidak hanya menggunakan suku bunga, tapi juga kebijakan nilai tukar, dan kebijakan pasar keuangan," kata Perry.
Sejumlah negara maju saat ini juga mengalami kesulitan untuk mendorong perekonomian, karena hanya mengandalkan kebijakan moneter satu pintu, seperti Amerika Serikat (AS). Menurutnya, AS kesulitan untuk meredam inflasi dengan hanya satu kebijakan, yakni menaikkan suku bunga.
"Tentu Amerika Serikat kesulitan menghadapi inflasi dengan satu kebijakan suku bunga, memakan waktu sangat lama, dan sekarang resesi. Eropa inflasi sangat tinggi, FFR katanya akan berakhir, tapi akan ada kenaikan satu atau dua kali lagi. Kenapa? Karena hanya menggunakan satu instrumen untuk menyelesaikan masalah. Tidak bisa," ungkap Perry.
Gubernur Bank Sentral itu menegaskan bahwa Indonesia tidak hanya berfokus pada framework pengendalian inflasi, tetapi juga melengkapinya dengan kebijakan stabilitas nilai tukar.
ADVERTISEMENT
"Kita tidak hanya berfokus pada framework pengendalian inflasi, tapi kita juga melengkapinya dengan kebijakan stabilitas nilai tukar dalam beberapa aspek kita perlu capital outflow, tapi Indonesia meminimalisir hal tersebut," ungkap Perry.