Gubernur BI Singgung Lambatnya Penurunan Bunga Perbankan

24 Oktober 2019 18:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan keterangan pers tentang hasil Rapat Dewan Gubernur BI bulan Oktober 2019 di Jakarta, Kamis (24/10). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan keterangan pers tentang hasil Rapat Dewan Gubernur BI bulan Oktober 2019 di Jakarta, Kamis (24/10). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bank Indonesia (BI) terhitung telah empat kali berturut-turut menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sejak Juli 2019. Saat ini, suku bunga BI berada di angka 5 persen.
ADVERTISEMENT
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penurunan suku bunga acuan BI selama periode itu telah setara 100 bps (basis point). Berkaitan itu, suku bunga perbankan ternyata penurunannya masih lambat.
"BI kan turunin sudah 100 bps, deposito 26 bps, bank butuh waktu kan untuk sesuaikan suku bunga deposito. Suku bunga itu (perbankan) turunnya baru 8 bps," ujar Perry di Gedung BI, Jakarta, Kamis (24/10).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) menyampaikan keterangan pers tentang hasil Rapat Dewan Gubernur BI bulan Oktober 2019 di Jakarta, Kamis (24/10). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Perry tak menyangkal bahwa penurunan kredit perbankan memang biasanya membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Namun, ia berharap perbankan segera merespons penurunan suku bunga acuan BI agar kredit bisa tumbuh baik.
BI menargetkan pertumbuhan kredit perbankan diprakirakan dalam kisaran 10-12 persen (yoy) pada 2019 dan 11-13 persen (yoy) pada 2020.
ADVERTISEMENT
"Kredit biasanya lebih lama dibanding suku bunga deposito kecenderungannya. Kami harapkan menurunkan lebih lanjut, deposito dan terutama kredit agar pembiayaan kredit bisa meningkat," kata dia.
Perry melanjutkan, pihaknya telah meluncurkan sejumlah kebijakan agar target kredit bisa tercapai. Misalnya saja, Giro Wajib Minimum (GWM), Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), hingga kelonggaran uang muka kredit properti dan kendaraan bermotor.
"Segala kebijakan juga bertujuan sebagai penopang untuk pertumbuhan ekonomi tahun depan yang diproyeksikan lebih tinggi," ujar Perry.
Per September 2019, penerbitan obligasi, sukuk, Efek Beragun Aset (EBA) di perbankan tumbuh 28,1 persen (yoy). Demikian juga Medium Term Notes (MTN) yang tumbuh 17,3 persen. Sementara, pencarian dana melalui Initial Public Offering (IPO) tumbuh sekitar 6,5 persen.
ADVERTISEMENT