Guru Besar IPB Soroti Sektor Kehutanan RI Masih Minim Investasi

30 September 2024 10:28 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Guru Besar Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Sudarsono Soedomo: Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Guru Besar Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Sudarsono Soedomo: Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Guru Besar Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Sudarsono Soedomo menyoroti kinerja sektor kehutanan di Indonesia dinilai sangat rendah dan cenderung menghambat pembangunan sektor lain. Padahal, pemanfaatan kawasan hutan yang diarahkan dengan tepat justru akan mempercepat pembangunan dan menguntungkan negara yang pada gilirannya akan menyejahterakan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sudarsono mengatakan, kehutanan selama ini minim investasi. Dari total realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada periode 2020-2022 yang sebesar Rp 3.256 triliun, sektor kehutanan hanya mampu menarik investasi sebesar Rp 28 triliun. Sementara dari total Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 50.267 triliun di 2023, investasi asing di sektor kehutanan hanya sebesar Rp 96 triliun.
Investasi sekecil itu berbanding terbalik dengan lahan kawasan kehutanan yang begitu luas. Sudarsono mengatakan, dari total luas lahan di Indonesia, sebesar 2/3 merupakan kawasan hutan. Namun nyatanya, kata dia, bisnis hutan alam semakin menyusut, sementara perkembangan hutan tanaman sangat lambat.
"Dengan menguasai 2/3 lahan, sumbangan sektor kehutanan terhadap PDB (produk domestik bruto) kurang dari 1 persen. Terus kita mau makan apa?" ucap Sudarsono dalam diskusi Roundtable CSO dan Media, Senin (30/9).
ADVERTISEMENT
Sudarsono menambahkan, setiap Rp 1 triliun investasi akan menyerap 1.500 tenaga kerja. Dengan investasi yang hanya sebesar Rp 28 triliun dalam periode 2020-2022, tenaga kerja yang diserap kehutanan masih sangat kecil.
Ilustrasi hutan lebat Papua. Foto: Shutterstock
Sudarsono pun menjelaskan, kehutanan di Indonesia semakin mengkhawatirkan, Masalahnya, pemanfaatan hutan sering kali terhambat dengan isu deforestasi. Padahal, deforestasi tak selalu berkonotasi negatif.
"Saya bilang ke orang Papua, kalau ada orang Jawa bilang kalian jangan lakukan deforestasi, bilang saja bahwa pulau Jawa saja yang harus dihutankan kembali. Biar kami gantian yang membangun. Kita harus jujur pada diri sendiri," kata Sudarsono.
Pengelolaan sumber daya alam, termasuk sektor kehutanan yang bertanggungjawab dan berkontribusi besar terhadap ekonomi masyarakat sudah banyak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ia pun mencontohkan Provinsi Gorontalo. Wilayah yang selama ini menjadi salah satu provinsi termiskin di Indonesia dengan angka prevalensi stunting sebesar 26,9 persen ini mulai dilirik investor. Salah satunya industri biomassa yang menjadi bagian penting dari proses transisi energi menuju energi baru terbarukan.
Berdasarkan data Sudarsono, investor besar yang sudah menanamkan investasinya di Gorontalo di antaranya adalah PT Biomassa Jaya Abadi (BJA) yang bermitra dengan PT Inti Global Laksana (IGL) dan PT Banyan Tumbuh Lestari (BTL).
Kemitraan itu telah menggelontorkan investasi sekitar Rp 1,7 triliun dan mampu menyerap tenaga kerja hingga 1.064 pekerja. Mayoritas pekerja tersebut, sekitar 80 persen, merupakan warga lokal.
Sudarsono menegaskan, pemanfaatan hutan dalam bentuk hutan tanaman tidak akan berdampak negatif terhadap kelestarian hutan. Industri kayu di Indonesia, misalnya, 70 persen ada di Pulau Jawa. Sebesar 90 persen bahan bakunya berasal dari hutan tanaman rakyat. Kalau hutan tersebut ditanami, semestinya tidak akan ada persoalan kelestarian.
ADVERTISEMENT
"Kita harus memperjuangkan mana yang lebih menyejahterakan, mana yang lebih memakmurkan. Kalau yang akan memakmurkan kita adalah mempertahankan hutan, ya kita pertahankan. Tapi kalau yang lebih memakmurkan itu kita harus membuka hutan bahkan menghancurkan gunung, ya mengapa tidak?" tambahnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Energi Biomassa Indonesia (APREBI), Dikki Akhmar mengatakan, PT BTL juga membayar pendapatan negara bukan pajak (PNBP) lebih dari Rp 40 miliar sejak beroperasi hingga tahun 2024.
"Dari angka itu, 60 persen disalurkan ke pemerintah daerah yang selanjutnya akan dibagi 30 persen ke pemerintah provinsi dan sisanya untuk pemerintah kabupaten di mana industri beroperasi. Perusahaan juga menyalurkan CSR," ujarnya.
Sebelumnya Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Sulawesi Bagian Utara memberikan penghargaan kepada PT BJA sebagai penghasil devisa ekspor terbesar di Gorontalo. Kontribusi PT BJA mencapai lebih dari 55 persen dari total devisa ekspor Provinsi Gorontalo.
ADVERTISEMENT
Kepala Kantor Bea Cukai Gorontalo, Ade Zirwan, mengatakan penghargaan diberikan kepada PT Biomasa Jaya Abadi karena perusahaan tercatat sebagai penyumbang devisa ekspor terbesar di Gorontalo.
"Terjadi peningkatan nilai dan jumlah ekspor PT BJA. Kontribusi devisa hasil ekspor PT BJA mencapai Rp 200-an miliar untuk 10 kali ekspor sejak awal tahun 2024 sampai pertengahan Agustus 2024," ujar Ade.