Guru Besar UI Beri Catatan soal Perjanjian RI-Singapura di Ruang Udara Natuna

26 Maret 2024 17:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juhana dalam program DipTalk kumparan. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juhana dalam program DipTalk kumparan. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia bersama dengan Singapura telah menyepakati perjanjian Flight Information Region atau FIR terkait ruang udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna. Aturan ini tercantum dalam Perjanjian Pengaturan Ulang antara Indonesia dengan Singapura yang telah diteken oleh kedua negara pada tahun 2022 yang telah diratifikasi dengan Perpres 109/2022 yang berlaku mulai 21 Maret 2024.
ADVERTISEMENT
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, Indonesia sebetulnya sempat menandatangani perjanjian FIR dengan Singapura pada tahun 1996 dan disahkan dengan Keppres 7 tahun 1996. Isi perjanjian tersebut pun mirip dengan perjanjian yang baru diteken.
"Mengapa saat ini baru berlaku dan tidak sejak tahun 1996? Ini karena dalam perjanjian ditentukan berlaku efektifnya perjanjian FIR adalah pada saat memperoleh persetujuan dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO)," kata Hikmahanto dalam keterangan resminya, Selasa (26/3).
Menurutnya, peran ICAO sangat sentral dalam keselamatan penerbangan dan karenanya perjanjian FIR antarnegara wajib memperoleh persetujuan ICAO untuk dapat berlaku efektif.
Lebih lanjut, meski wilayah udara yang berada di bawah kedaulatan Indonesia dalam pengelolaan FIR telah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Perjanjian, namun dalam Pasal 2 disebutkan Indonesia berkewajiban untuk mendelegasikan pengelolaan FIR yang berada di atas kedua pulau pada ketinggian 0-37,000 kaki kepada Singapura.
ADVERTISEMENT
"Artinya FIR tidak sepenuhnya kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi karena Indonesia diwajibkan untuk mendelegasikan ke Singapura," tegasnya.
Sebelumnya, bahkan untuk penerbangan domestik seperti dari Jakarta ke Natuna harus kontak navigasi penerbangan Singapura ketika memasuki Kepulauan Riau. Sedangkan pada penerbangan internasional semisal dari Hongkong ke Jakarta, saat melintas di atas Kepulauan Natuna, harus kontak navigasi penerbangan Singapura terlebih dahulu kemudian baru dilayani AirNav Indonesia.
Setelah dilakukan pengaturan ulang FIR, kedua pesawat tadi akan langsung dilayani oleh AirNav Indonesia, tidak perlu ke Singapura.
"Berdasarkan perjanjian FIR, pendelegasian ini akan berlangsung selama 25 tahun yang cukup panjang bila dibandingkan dengan perjanjian tahun 1996 yang hanya untuk jangka waktu 5 tahun," ungkapnya.
Hikmahanto mengungkapkan, pemerintah Singapura masih mendapatkan keuntungan yakni pengelolaan FIR yang menuju bandar udara Changi tetap dalam kendali Singapura.
ADVERTISEMENT
Dia juga meminta agar pemerintah Indonesia bisa memaksimalkan keuntungan dari perjanjian FIR dengan Singapura. Sehingga dalam 25 tahun mendatang, RI bisa mengelola FIR di seluruh ruang udara yang berada di bawah kedaulatan Indonesia.
"Terlepas dari terkecohnya para perunding Indonesia saat menegosiasikan perjanjian dengan Singapura, Indonesia harus dapat memaksimalkan keuntungan dari perjanjian FIR dengan Singapura. Sehingga 25 tahun mendatang Indonesia benar-benar secara nyata dapat mengelola FIR di seluruh ruang udara yang berada di bawah kedaulatan Indonesia," pungkasnya.