Guru Besar UNS Ini Soroti Inkonsistensi Regulasi Securities Crowdfunding

25 September 2023 19:29 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS) Surakarta, Prof. DR Yudho Taruno Muryanto SH. MHum. Foto: UNS
zoom-in-whitePerbesar
Pakar Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS) Surakarta, Prof. DR Yudho Taruno Muryanto SH. MHum. Foto: UNS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pakar Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS) Surakarta, Prof. DR Yudho Taruno Muryanto SH. MHum dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Korporasi dan Investasi.
ADVERTISEMENT
Prof Yudho menjadi guru besar ke-287 UNS dan ke-11 Fakultas Hukum. Selain Prof Yudho, UNS juga mengukuhkan 5 guru besar lainnya dari Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
Dalam pidato pengukuhannya di Auditorium Haryo Mataram UNS, Prof Yudho menyoroti maraknya platform digital Securities Crowdfunding (SCF) atau layanan urun dana di industri pasar modal Indonesia yang belum didukung regulasi yang solid.
Ia mencontohkan adanya inkonsistensi regulasi layanan investasi, masih tumpang tindihnya klusterisasi jenis dan instrumen investasi, serta persoalaan tanggungjawab pengelolaan investasi dalam pemenuhan prinsip keterbukaan.
“Inkonsistensi pengaturan dibidang investasi menimbulkan dualisme peran OJK. Di satu sisi, OJK mempunyai tugas pengaturan, pengawasan dan berwenang menetapkan suatu lembaga hukum/hubungan hukum masuk ke dalam kualifikasi sektor jasa keuangan dalam hal ini di bidang pasar modal," ujar Prof Yudho dalam pidato pengukuhan gelar Profesor di UNS Surakarta, Senin (25/9).
ADVERTISEMENT
"Namun disisi lain Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) menyatakan kegiatan layanan SCF tidak dapat dikategorikan sebagai bagian dari penawaran umum (pasar modal). Regulasi seperti ini harus diperjelas dan dipertegas,” kata dia.
Hubungan hukum para pihak yang terlibat dalam transaksi SCF diatur dalam POJK No. 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi. Regulasi tersebut sudah di revisi menjadi POJK No 16 /POJK.04/2021.
Sesuai POJK dalam SCF terdapat sejumlah pihak yang terlibat. Pertama, penyelenggara atau pemilik platform yang berperan untuk melakukan reviu atas usaha dan prospek usaha yang dimiliki oleh penerbit.
Pakar Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS) Surakarta, Prof. DR Yudho Taruno Muryanto SH. MHum. Foto: UNS
Kedua, penerbit efek (instrumen surat berharga seperti saham, obligasi dan sejenisnya) yang merupakan pemilik usaha dan penerima modal. Ketiga, pemodal atau investor yang akan membeli efek yang diterbitkan oleh penerbit.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data OJK, sampai Agustus 2023 terdapat sebanyak 16 platform SCF yang telah mengantongi ijin OJK dan menghimpun dana sebesar Rp 951,20 miliar. Total pelaku usaha yang terlibat dalam platform tersebut sebanyak 439 penerbit dengan jumlah pemodal mencapai 159.408 pihak.
Prof Yudho menilai, tujuan lahirnya SCF sangat baik. Melalui inovasi dan optimalisasi teknologi informasi atau digitalisasi di sektor investasi, pelaku usaha memiliki lebih banyak pilihan untuk mendapatkan modal bagi penguatan bisnisnya.
Harapannya, dengan bisnis yang bertumbuh semakin solid, para penerbit dapat menjangkau akses modal yang lebih besar dengan melakukan initial public offering atau IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Efek yang diterbitkan oleh penerbit juga dipublikasikan di platform SCF seperti layaknya di BEI. Bedanya jumlah pemodal dan likuiditas efeknya masih terbatas. Pelaku usaha yang ikut dalam program SCF harus didorong untuk bisa IPO di pasar saham atau menerbitkan surat utang di BEI seperti emiten yang sudah go publik lainnya,” ujar Prof Yudho.
ADVERTISEMENT
Dalam pidatonya, Prof Yudho juga menyampaikan pentingnya standardisasi struktur usaha penerbit. Menurutnya, tanggung jawab pemilik platform SCF juga akan lebih mudah jika ada standarisasi struktur dan bentuk badan usaha dari penerbit, baik dari aspek legalitas, tanggung jawab terhadap pihak ketiga serta adanya pemisahan antara harta kekayaan badan usaha dengan pemilik.
Itu sebabanya Prof Yudho mengusulkan setiap penerbit di platform SCF berstatus Perseroan Terbatas.
“Standarisasi badan usaha penerbit akan memudahkan penerbit untuk dapat meningkatkan status, kelas, dan kinerjanya, sehingga dapat listing di pasar modal seperti tujuan awal lahirnya SCF. Menjadi tugas OJK bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh platfom SCF dapat dipertanggungjawabkan dan berjalan baik,” tuturnya.
Prof Yudho merupakan alumni Fakultas Hukum UNS angkatan tahun 1996 dan menjadi pengajar Hukum Perdata di FH UNS sejak tahun 2005. Prof hukum kelahiran Ngawi, Jawa Timur ini, menyelesaikan studi program magister (S2) hukum dan doktoral (S3) di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Saat ini Prof Yudho menjadi Plt Wakil Dekan II di FH UNS.
ADVERTISEMENT
“Gelar akademik ini adalah amanah yang tidak mudah. Semoga ke depan, bersama civitas akademis UNS lainnya, saya dapat berkontribusi lebih besar bagi kemajuan dan kesejahteraan Indonesia, khususnya di bidang hukum. Terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung Fakultas Hukum dan UNS,” tutupnya.
(LAN)