Hal-hal yang Perlu Diketahui Soal Aturan Bea Impor via E-commerce

23 Januari 2020 14:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi e-commerce, salah satu teknologi yang memudahkan perempuan menjalani perannya. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi e-commerce, salah satu teknologi yang memudahkan perempuan menjalani perannya. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah menerbitkan aturan mengenai impor produk melalui e-commerce melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019. Peraturan ini secara resmi akan diterapkan pada 30 Januari 2020.
ADVERTISEMENT
Salah satu tujuan dari penerapan aturan ini yaitu untuk melindungi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM), terutama para pengrajin dan produsen.
Lalu, apa saja hal-hal yang perlu diketahui dari PMK 199 Tahun 2019?
Hanya Barang Impor di Bawah USD 3 yang tidak Dipungut Pajak
Dalam aturan ini, Bea Cukai memperluas nilai pembebasan bea masuk atas barang kiriman dari sebelumnya seharga USD 75 menjadi USD 3 per kiriman. Artinya, harga produk impor di bawah USD 3 yang tidak dipungut pajak.
Sedangkan pungutan pajak dalam rangka impor diberlakukan normal. Meski demikian, pemerintah juga merasionalisasikan tarif semula berkisar 27,5 persen - 37,5 persen (bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen dengan NPWP, dan PPh 20 persen tanpa NPWP) menjadi sekitar 17,5 persen (bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 0 persen).
ADVERTISEMENT
"Kami mendukung penuh penerapan dari PMK 199 tahun 2019," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani saat konferensi pers di Kantor Apindo, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/1).
Jembatan Balerang, Batam. Foto: Dok. Kementerian Pariwisata
Khusus di Kota Batam Tidak Dipungut Pajak Barang Impor
Secara umum aturan PMK Nomor 199 Tahun 2019 berlaku di seluruh wilayah di Indonesia. Namun khusus untuk Kota Batam tidak dipungut pajak masuk barang impor. Sebab Batam merupakan kawasan bebas.
"Kemarin ada berita di Batam orang kehilangan pekerjaan. Kalau yang terkait industri kecil menengah, di Batam tidak ada pengenaan bea masuk," jelas Hariyadi.
Namun hal ini berbeda jika pelaku usaha menjual dan mengirimkan kembali produk impor dari Batam ke daerah lain di Indonesia. Ini tentu akan dipungut pajak impor.
com-Produk tekstil dalam negeri semakin tertekan dengan membanjirnya produk impor. Akibatnya, surplus perdagangan industri TPT pun tergerus. Foto: Triawanda Tirta Aditya/Shutterstock
Kiriman Produk Impor Melalui E-commerce Tumbuh Setiap Tahun
ADVERTISEMENT
Berdasarkan catatan Apindo, pertumbuhan pengiriman produk impor melalui e-commerce mengalami tren pertumbuhan secara signifikan.
Pada tahun 2017, sebanyak 6,1 juta kiriman paket produk impor melalui e-commerce.
Setahun berikutnya, pengiriman produk impor melalui e-commerce naik signifikan menjadi 19,5 juta paket kiriman dan pada tahun 2019, pengiriman paket barang impor melalui e-commerce melonjak hingga 57,9 juta paket kiriman.
Dari 57,9 paket pengiriman tahun lalu, sekitar 77 persen Pengiriman Produk Impor dikirim Lewat Batam. Hal inilah yang membuat pelaku usaha khawatir akan merusak ekosistem perdagangan sehat.
"Karena masuk lewat sini ini tidak fair dari sisi harga jual," lanjut Hariyadi.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjdo Iduansjah turut mendukung penerapan aturan produk impor e-commerce. Menurutnya, banjir produk impor melalui e-commerce yang tanpa dikenakan pajak telah mengganggu operasional bisnis.
ADVERTISEMENT
"Jadi 57 paket (produk impor bebas pajak kiriman) yang masuk tahun lalu sangat mengganggu sektor-sektor offline yang mana kami menjual baik di offline maupun online. (Ini) sangat sulit untuk berkompetisi," jelasnya.
com-Ilustrasi belanja di toko online kesehatan Foto: shutterstock
Kadin Ikut Dukung Aturan Pungutan Pajak Impor Produk E-commerce
Komite Tetap Perdagangan Dalam Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Tutum Rahanta mendukung penuh penerapan aturan pajak produk impor melalui e-commerce.
Menurutnya, hal ini sebagai upaya untuk memberikan keadilan bagi pelaku usaha seperti Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
"Contoh, kalau bagi pelaku yang selama ini sudah mematuhi segala cara aturan perpajakan, baik itu batas. Ini juga harus dilindungi. Kalau ini tidak dilindungi bisa jadi orang itu ikut-ikutan tidak patuh," katanya.
ADVERTISEMENT
"Sedangkan UKM kita membeli bahan baku di dalam negeri yang sudah kena pajak, memproduksi barang dan mengikuti aturan lagi, nah dengan orang impor barang tanpa mengikuti aturan ya orang akan malas," tutupnya.