Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Harapan Pengusaha Makanan dan Minuman, Dolar AS Tak Tembus Rp 15.000
7 Juli 2018 15:42 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pelemahan rupiah itu turut berdampak pada industri makanan dan minuman, yang sebagian besar bahan bakunya masih diperoleh melalui impor . Apalagi, selama ini para pengusaha masih mematok kurs Rp 13.400 sama seperti target dalam APBN 2018 untuk mengkalkulasi lini usahanya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, saat ini pihaknya masih mempertimbangkan untuk menaikkan harga produk jika rupiah masih betah di level saat ini. Dia pun berharap rupiah segera di bawah Rp 14.000/USD agar bisnisnya bisa kembali lancar.
"Pelemahan rupiah itu kan yang penting bukan pelemahannya, tapi dampaknya ke daya saing seperti apa. Ini kan kita di dalam negeri impor bahan baku semakin besar, tapi peningkatan ekspor tak setinggi impornya. Apalagi kita terlanjur mengikuti target APBN Rp 13.400," ujar Adhi saat diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (7/7).
ADVERTISEMENT
Dia menyebut, jika nantinya kurs mencapai Rp 15.000/USD, dirinya tak akan sungkan untuk menaikkan harga. Tentunya berdasarkan kalkulasi dengan mempertimbangkan bahan baku pengganti, ukuran jual, hingga jenis kemasan produk.
Adapun jika kurs mencapai Rp 15.000/USD, Adhi bilang, kenaikan harga produk akan berkisar 3-7%. Hal ini sesuai dengan perhitungan margin atau keuntungan yang hilang dari pelemahan rupiah di level tersebut.
"Kalau sudah Rp 15.000/USD mau enggak mau naikin harga, sepanjang perusahaan itu marginnya enggak cukup. Tapi kalau masih ada margin enggak naik. Net margin jenis makanan dan minuman itu rata-rata 3-7%, jadi kalau naik, ya sekitar itu juga, naik segitu 3-7%," tambahnya.