Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Harga B20 Sama Seperti Solar, Rp 5.150 per Liter
31 Agustus 2018 20:42 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB

ADVERTISEMENT
Mulai besok, 1 September 2018, pemerintah resmi menerapkan mandatori pencampuran solar dengan 20 persen Crude Palm Oil (CPO) atau dikenal dengan Biodiesel 20 persen (B20). Penerapan ini dilakukan pada semua sektor, baik untuk subsidi atau Public Service Obligation (PSO) dan non-PSO.
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pelaksanaan mandat tersebut tidak mengubah harga di tataran konsumen. Sebab jika ada perubahan harga, akan ditanggung oleh pemerintah maupun Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Artinya, harga B20 tersebut tak akan berbeda dengan harga solar saat ini, yakni Rp 5.150 per liter.
"Begitu harga solar naik melebihi batasnya, maka subsidi pemerintah akan ditambah. Sementara jika harga CPO yang naik, insentif tambahan ditanggung BPDP Sawit, sehingga tidak ada perubahan harga di masyarakat," ujar Darmin di kantornya, Jakarta, Jumat (31/8).
Kebijakan B20 tersebut merupakan bagian dari rencana besar dalam mendorong ekspor dan menekan impor, khususnya migas.
"Kebijakan mendorong ekspor dan memperlambat impor dalam rangka menyehatkan neraca pembayaran kita dalam waktu dekat menghilangkan defisit neraca perdagangan dan lanjut ke pengurangan defisit transaksi berjalan," jelasnya.
ADVERTISEMENT

Lebih lanjut dia menjelaskan, mandat tersebut akan dilaksanakan per 1 September esok. Artinya, seluruh solar yang diperjualbelikan di Indonesia harus merupakan biodiesel campuran 20 persen CPO.
Kebijakan B20 ini sudah dilaksanakan selama 2,5 tahun di sektor PSO, artinya ketika perluasan dilakukan, pemerintah dan pelaksananya sudah memiliki pengalaman dalam penerapannya.
Dia pun merinci sanksi tegas akan diberikan bagi pelaksana mandat tersebut, mulai dari penghasil CPO, pencampuran, hingga pelaksanaannya.
"Kalau FAME atau CPO-nya gagal dikirim oleh perusahaan yang menghasilkan CPO akan kena denda dan dendanya Rp 6.000 per liter. Kalau kesalahannya pada 12 perusahaan importir dan Pertamina gagal mencampur sesuai matriks yang disepakati, maka dendanya ke mereka," jelasnya.
Pengawasan lebih lanjut pun dilakukan oleh Kementerian ESDM sebagai kementerian dan lembaga penanggungjawab. Dengan demikian, per 1 September, Indonesia akan dapat mengurangi ketergantungannya terhadap impor minyak dan menghemat devisa sampai akhir tahun ini sebesar USD 2-2,3 miliar.
ADVERTISEMENT