Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Harga BBM Nonsubsidi Berpotensi Naik Usai Pemilu 2024, Apa Penyebabnya?
20 Februari 2024 13:27 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengungkapkan harga BBM nonsubsidi berpotensi naik setelah Pemilu 2024 rampung. Ia mengatakan kenaikan tersebut karena harga minyak mentah dunia juga sudah merangkak naik.
ADVERTISEMENT
Pada perdagangan Senin (19/2), Brent berjangka dibanderol USD 83,56 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret sebesar USD 79,49 per barel.
Tutuka menjelaskan harga minyak mentah kini masih terdorong eskalasi konflik di Timur Tengah yang mengganggu distribusi. Sehingga pemerintah akan mencermati kembali harga BBM.
"Kalau saya cermati harga minyak naik lagi, kayaknya (BBM) mau ke sana, karena intensitas Timur Tengah masih tinggi karena mengganggu logistik jadi akhirnya terpengaruh," kata Tutuka saat ditemui di kantor Lemigas, Selasa (20/2).
"Jadi memang perlu dicermati, saya setuju karena harga minyak cenderung naik terus," tambahnya.
PT Pertamina (Persero) menahan kenaikan harga BBM non subsidi di awal Februari 2024 alias sebelum Pemilu 2024, berbeda dengan badan usaha swasta lain seperti BP-AKR, Shell Indonesia, dan Vivo.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Tutuka juga sedang mencermati peningkatan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang bisa naik menjadi maksimal 10 persen. Pihaknya mengusulkan untuk disosialisasikan kembali.
Pasalnya, penentuan harga BBM nonsubsidi menyesuaikan besaran PBBKB, berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 245.K/MG.01/MEM.M/2022 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum Jenis BBM dan Minyak Solar.
"Kita usulkan kita sampaikan menjadi keberatan SPBU BU Niaga, tahu-tahu dilakukan tanpa ada sosialisasi yang bagus. Jadi kita minta sosialisasi yang benar dulu gitu karena angka 10 persen itu kan maksimal," jelas Tutuka.
Tutuka mengatakan, kenaikan PBBKB pasti akan memberatkan badan usaha yang mau tidak mau harus membebankannya kepada konsumen. Dia meminta pemerintah daerah tidak menetapkan PBBKB di tarif maksimal.
ADVERTISEMENT
"Itu masih dibicarakan dengan BU Niaga dan tidak sama seluruh daerah, harus ada pembicaraan bisnis yang baik, karena kalau memberatkan perusahaan kan jadi bisa tutup kalau enggak untung," tutur Tutuka.