Harga Bumbu Instan Naik Imbas PPN 12 Persen, Pedagang Pasar Ogah Pakai QRIS

25 Desember 2024 13:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Barang pabrikan di Pasar Jaya Cijantung yang diproyeksi akan mengalami kenaikan harga setelah PPN 12 persen berlaku, Rabu (25/12/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Barang pabrikan di Pasar Jaya Cijantung yang diproyeksi akan mengalami kenaikan harga setelah PPN 12 persen berlaku, Rabu (25/12/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
ADVERTISEMENT
Jelang penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen, pedagang pasar tradisional mulai mendapatkan sosialisasi dari distributor dan produsen barang hasil produksi pabrik mengenai akan adanya kenaikan harga produk setelah pergantian tahun. Akan tetapi, sosialisasi ini justru menjadi alasan banyak pedagang enggan mengadopsi sistem pembayaran QRIS.
ADVERTISEMENT
Pantauan kumparan di Pasar Jaya Cijantung Jakarta Timur, seorang pedagang bahan pangan bernama Rita mulai mensosialisasikan akan adanya kenaikan barang hasil produksi pabrik yang dijual di tokonya kepada konsumen. Sosialisasi ini penting karena kenaikan Rp 1.000 sampai Rp 2.000 pun akan menuai protes dari konsumen jika tidak diberi tahu sebelumnya.
“Kemarin sales pabrik udah datengin kita, katanya mulai Januari naik, PPN naik soalnya kan, kita langsung kasih tahu pembeli biar gak kaget, nanti protes lagi,” kata Rita saat ditemui di lapak dagangannya, Rabu (25/12).
Barang pabrikan yang akan mengalami kenaikan harga dan dijual di toko Rita meliputi bumbu dapur kemasan instan yang biasa dijual satuan Rp 8.000 nantinya menjadi Rp 10.000, lalu santan kemasan instan yang biasa dibanderol Rp 10.000 per 3 kemasan, nantinya menjadi Rp 5.000 per kemasan.
ADVERTISEMENT
Rita mengaku setelah pergantian tahun, pedagang di Pasar Jaya Cijantung sepakat akan menyetop sementara penjualan barang-barang yang mengalami kenaikan harga. “Nanti tahun baru mau setop dulu, biar ngerti pabriknya,” imbuhnya.
Pedagang di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur pada Sabtu (21/12/2024). Foto: Argya D. Maheswara/kumparan
Di sisi lain dengan keterbatasan modal, menurut dia rata-rata pedagang di pasar ini tidak akan melakukan penyetokan barang dengan jumlah yang banyak.
Selain itu, Rita juga mengaku para pedagang khususnya pedagang komoditas pangan dan sayuran di pasar ini sepakat untuk tidak mengadopsi sistem pembayaran QRIS. Sebab, akan ada kenaikan PPN untuk biaya jasa yang dibebankan kepada pedagang.
“Ini makannya PPN 12 (persen) ini kita sepakat enggak pakai QRIS,” terangnya.
Pedagang yang lain, Nando justru telah mengerek kenaikan harga untuk beberapa barang hasil produksi pabrik yang dijual di tokonya, seperti santan kemasan instan dan tepung terigu.
ADVERTISEMENT
“(Santan) Kara sekarang udah Rp 5.000 (per kemasan), gak Rp 10.000 3 (kemasan) lagi,” kata Nando saat ditemui di lapak dagangannya.
Bahan pangan di Pasar Jaya Cijantung, Rabu (25/12/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
Meski tidak mengetahui faktor pasti penyebab kenaikan harga barang produksi pabrik yang telah disosialisasikan oleh sales tersebut. Namun dia juga tidak menampik, kenaikan PPN 12 persen pasti akan berdampak pada harga makanan dan minuman, termasuk barang-barang yang dijualnya.
Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan tak ada yang bisa menjamin pedagang tidak akan menaikkan harga, setelah kenaikan PPN 12 persen.
“Yang terkait apa ada jaminan (harga barang ikut terkerek)? Ya enggak bisa jamin itu ya,” kata Dwi dalam Media Briefing di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (23/12).
ADVERTISEMENT
Hanya saja, Dwi memastikan PPN atas penggunaan QRIS ini tidak dibebankan ke konsumen, melainkan Merchant Discount Rate (MDR), yakni biaya yang dibebankan kepada merchant atau pedagang oleh Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP).