Harga Gas LPG Melonjak, Apakah Waktunya Beralih ke Kompor Listrik?

8 Maret 2022 19:04 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja menata tabung gas elpiji nonsubsidi di salah satu agen di Petojo, Jakarta, Selasa (28/12/2021).  Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menata tabung gas elpiji nonsubsidi di salah satu agen di Petojo, Jakarta, Selasa (28/12/2021). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Lonjakan harga minyak mentah dunia berimbas pada naiknya harga LPG nonsubsidi di Indonesia. Dalam kurun 3 bulan terakhir saja, harga LPG di Indonesia naik dua kali, yakni pada akhir Desember 2021 dan akhir Februari 2022.
ADVERTISEMENT
Dengan situasi tersebut, pemanfaatan kompor listrik bisa menjadi solusi. Namun, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan, konversi kompor gas menjadi kompor listrik apabila diterapkan di Indonesia membutuhkan waktu yang lama. Hal itu menurutnya karena akses listrik masih terbatas untuk wilayah-wilayah tertentu.
“Untuk konversi kompor gas ke kompor listrik memang bisa dilaksanakan, tetapi membutuhkan waktu karena di saat di temat-tempat di mana warga kita belum punya listrik tentu itu belum menjadi solusi,” kata Eddy kepada kumparan, Selasa (8/3).
Karenanya, lanjut Eddy, masih banyak masyarakat yang tergantung pada kompor gas. Sehingga tak bisa semerta-merta konversi kompor listrik ini diberlakukan serempak.
Lomba masak dengan kompor induksi PT PLN. Foto: Selfy Sandra/kumparan
“Meskipun demikian, kita tidak boleh menghentikan program kompor listrik. Harus semakin disosialisasikan, semakin dimasyarakatkan. Bagi mereka yang bisa memanfaatkan kompor listrik tentu akan bermanfaat dengan catatan bahwa jangan sampai keekonomian kompor listrik mengalahkan keekonomian kompor gas,” kata Eddy.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, menurut Eddy bisa menjadi pertimbangan masyarakat untuk memilih beralih ke kompor listrik atau tidak.
Dari sisi produksi, listrik PLN tahun ini sebenarnya sedang berlebih (oversupply). Untuk pulau Jawa saja, di akhir tahun 2022 ini diperkirakan mencapai 6.000 megawatt. Padahal permintaannya hanya 800 megawatt. Sementara untuk di Papua terdapat kelebihan pasokan sebesar 2.300 megawatt.