Harga Gula Melonjak di Pasaran, 3 Hal Ini Jadi Penyebabnya

19 Maret 2020 11:05 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gula pasir. Foto:  Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gula pasir. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Harga gula di pasaran, ritel maupun e-commerce mengalami kenaikan. Saat ini harga gula di pasaran telah menyentuh Rp 14.000 - Rp 16.000 per kilogram (kg). Padahal Harga Eceran Tertinggi (HET) gula eceran hanya Rp 12.500 per kg.
ADVERTISEMENT
Kenaikan gula ini menjadi sorotan serius pemerintah di tengah persoalan lainnya seperti wabah corona. Lalu apa yang membuat harga gula eceran melambung tinggi?
Panic Buying
Sebuah startup edukasi berbelanja online, telunjuk.com melakukan riset selama 16 hari sejak tanggal 1 Maret sampai 16 Maret 2020 untuk memantau pergerakan harga gula di e-commerce.
Hasilnya, harga gula naik hingga 76 persen menjadi Rp 22.000 per kg dibanding Harga Eceran Tertinggi (HET) yang hanya Rp 12.500 per kg. Harga gula tertinggi mencapai Rp 22.000 per kg pada tanggal 15 Maret 2020.
CEO Telunjuk.com Hanindia Narendrata mengasumsikan, kenaikan harga gula di e-commerce salah satunya disebabkan adanya panic buying efek corona. Selain itu, ia bilang, kenaikan harga gula eceran di e-commerce seiring dengan situasi gula eceran di pasaran (offline) yang sulit dicari.
ADVERTISEMENT
“Harga kenaikan gula 76 persen. Puncak sempat Rp 22 ribu per kg. Meskipun harga mahal tetapi kebutuhan gula (ada), (masyarakat) cari di online. Efek corona (panic buying),” katanya kepada kumparan, Kamis (19/3).
Ilustrasi pabrik gula Foto: Bernd Muller/Pixabay
Stok Menipis
Asosiasi Gula Indonesia (AGI) mencatatkan stok gula konsumsi nasional saat ini sebesar 150 ribu ton. Stok gula ini berdasarkan rapat koordinasi di Bareskrim, Jakarta Senin lalu (16/3).
"150 ribu ton (Stok gula nasional) sesuai rakor (rapat koordinasi) di Bareskrim Senin (16/3) pagi," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia, Budi Hidayat kepada kumparan, Rabu (18/3).
Terbatasnya stok membuat gula langka di pasaran. Budi mengaku tidak diundang dalam rakor tersebut. Hingga kini pihaknya belum mengetahui secara pasti apakah impor gula sudah direalisasikan.
ADVERTISEMENT
"Mestinya sudah ada yang masuk sesuai daftar di atas yang dapat izin impor," cetusnya.
Dugaan Spekulan
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) memastikan stok gula cukup hingga bulan Mei 2020. Sekretaris Jenderal APTRI M Nur Khabsyin mencatat stok gula sebanyak 1,35 juta ton pada awal tahun sudah mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri hingga masa produksi.
Secara rinci, sisa stok akhir 2019 sebanyak 1,08 juta ton, ditambah sisa impor tahun 2019 sebesar 270 ribu ton. Jadi stok gula awal tahun sekitar 1,35 juta ton.
“Stok sesuai data, cukup sampai Mei 2020 (musim penggilingan/produksi),” katanya kepada kumparan, Kamis (5/3).
M Nur menambahkan, kelangkaan yang terjadi pada akhir-akhir ini lantaran ada spekulan yang sengaja mempermainkan harga. Tujuannya untuk mendorong impor gula.
ADVERTISEMENT
“Istilahnya ada spekulan yang mengeruk keuntungan dari situasi ini,” tambahnya.
Ia pun merinci setiap bulan kebutuhan gula konsumsi sebesar 230 ribu ton. Jadi dari Januari hingga mei secara keseluruhan kebutuhan gula konsumsi sebesar 1,150 juta ton.
M Nur menegaskan, saat ini di Sumatera Utara telah melakukan penggilingan gula yang diproyeksikan mampu memproduksi sebanyak 20.000 ton. Belum lagi tambahan gilingan pabrik gula di Lampung sebesar 50.000 ton.
“Ini tren setiap tahun para mafia. Jadi supaya impor. Kalau sudah giling kan enggak boleh impor. Ya celah ini dimanfaatkan,” tukasnya.