Harga Jual Batu Bara USD 90 per Ton untuk Semua Industri Dinilai Sudah Tepat

1 April 2022 20:24 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
ADVERTISEMENT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi memberlakukan harga jual batu bara untuk semua industri dalam negeri sebesar USD 90 per metrik ton free on board (FOB) Vessel per 1 April 2022 atau hari ini.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 58.K/HK.02/MEM.B/2022 tentang Harga Jual Batubara Untuk Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku/Bahan Bakar Industri Dalam Negeri.
Adapun kebijakan ini berlaku untuk semua industri, kecuali industri pengolahan atau pemurnian mineral logam (smelter). Sebelumnya, ketentuan harga jual batu bara USD 90 per ton hanya berlaku kepada industri pupuk dan semen.
"Menetapkan harga jual batu bara untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku/bahan bakar industri di dalam negeri sebesar USD 90 per metrik ton Free on Board (FOB) Vessel yang didasarkan atas spesifikasi acuan pada kalori 6.322 kcal/kg, total moisture 8%, total sulphur 0,8 persen, dengan ketentuan tercantum dalam lampiran," bunyi Kepmen tersebut.
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, membenarkan aturan ini mulai berlaku hari ini. Namun, dia menolak berkomentar lebih jauh.
ADVERTISEMENT
"Iya berlaku hari ini. Kami menghormati kebijakan tersebut. Namun mohon maaf belum bisa memberikan komentar lebih jauh. Terima kasih," ujarnya kepada kumparan, Jumat (1/4).

Kebijakan Harga Jual Batu Bara USD 90 per Ton Dinilai Sudah Tepat

Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengatakan kebijakan ini merupakan keputusan tepat untuk diterapkan ketika harga pasaran batu bara sedang sangat tinggi saat ini.
"Sehingga disparitasnya cukup tinggi, saya kira ini bentuk kompromi dengan para pengusaha batu bara, agar tetap bisa menjual batu bara untuk pemenuhan DMO (Domestic Market Obligation) dengan sesuai," ujarnya kepada kumparan, Jumat (1/4).
Adapun soal kemungkinan pelanggaran kewajiban pasokan dalam negeri oleh para pengusaha batu bara karena lebih memprioritaskan ekspor, Fahmy menjelaskan, kemungkinannya tidak akan terjadi.
ADVERTISEMENT
"Kementerian ESDM sudah punya sistem yang bisa memantau pengusaha yang belum memenuhi DMO, dengan tegas akan dikenakan sanksi. Maka pengusaha mau tidak mau memasok DMO berapa pun harganya," jelasnya.
Pekerja terlihat di tumpukan batu bara yang diangkut dengan tongkang di Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa (11/1). Foto: AKSARA M. RAHMAN/AFP
Senada, Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan, menjelaskan kebijakan ini akan membantu sektor industri dalam negeri. Diharapkan ada multiplier effect serta mampu menjaga biaya pokok produksi sehingga tingginya harga batu bara tidak dibebankan ke konsumen.
"Pasokan dalam negeri kan sudah diketok 25 persen dari total produksi. Pemerintah juga sudah mempunyai sistem pengawasan yang ketat terkait ekspor batu bara di mana produsen yang belum memenuhi kewajibannya tidak bisa ekspor," tutur Mamit.