Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Harga Komoditas: Batu Bara, Nikel dan Timah Anjlok di Atas 2 Persen
10 Juni 2024 8:14 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, minyak mentah berjangka Brent turun 25 sen USD 79,62 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 2 sen menjadi USD 75,53 per barel.
Batu Bara
Sedangkan harga batu bara kembali merosot pada penutupan perdagangan Jumat. Menurut situs tradingeconomics, harga batu bara turun 2,13 persen menjadi USD 133 per ton.
Batu bara di bursa Newcastle turun di bawah level USD 140 per ton, didorong oleh proyeksi penurunan permintaan batu bara metalurgi di China selama tiga tahun berturut-turut. Penurunan ini disebabkan oleh stagnasi pada sektor properti dan infrastruktur.
CPO
Harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) menguat pada penutupan perdagangan Jumat. Menurut situs tradingeconomics, harga CPO naik 0,38 persen menjadi MYR 3.976 per ton.
ADVERTISEMENT
Harga CPO sudah naik sekitar 6,45 persen sejak awal tahun 2024, menurut perdagangan contract for Difference (CFD) yang melacak pasar acuan komoditas ini.
Nikel
Adapun harga nikel mengalami penurunan pada penutupan perdagangan Jumat. Harga nikel menurut situs tradingeconomics terpantau anjlok 2,7 persen dan menetap di USD 18.031 per ton.
Harga nikel dipicu oleh kekhawatiran gangguan pasokan. Kerusuhan meletus di Kaledonia Baru, wilayah luar negeri yang dikuasai Perancis dan menyimpan sekitar 20-30 persen cadangan nikel dunia, sehingga Perancis mengumumkan keadaan darurat minimal 12 hari pada tanggal 15 Mei.
Timah
Sementara itu, harga timah juga mengalami penurunan pada penutupan perdagangan Jumat. Harga timah menurut situs tradingeconomics terpantau melemah 2,32 persen dan berakhir di USD 31.452 per ton.
ADVERTISEMENT
Harga timah dipengaruhi kuatnya permintaan dan penurunan pasokan. Eksportir terbesar, Indonesia, memicu kekhawatiran akan ketatnya pasokan secara global karena penundaan perizinan berdampak besar pada pengiriman pada kuartal I 2024, yang diperburuk oleh kekhawatiran gangguan perizinan di masa depan pada sisa tahun ini.