Harga Komoditas: Batu Bara Turun 1 Persen, Nikel Naik 0,32 Persen

9 Desember 2024 8:16 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tambang batu bara. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Harga minyak mentah turun pada penutupan perdagangan Jumat (6/12), karena analis memperkirakan surplus pasokan tahun depan imbas permintaan yang lemah meskipun ada keputusan OPEC+ menunda kenaikan produksi dan memperpanjang pemangkasan produksi yang besar hingga akhir tahun 2026.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent ditutup pada USD 71,12 per barel, turun 1,4 persen. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup pada USD 67,20 per barel, turun 1,6 persen.

Batu Bara

Sedangkan harga batu bara juga menurun pada penutupan perdagangan Jumat. Harga batu bara berdasarkan situs tradingeconomics turun 1,04 persen dan menetap di USD 132.60 per ton.
Harga batu bara mendekati level terendah sejak akhir September di tengah pasokan yang melimpah dari China dan ketersediaan sumber daya listrik alternatif yang lebih tinggi. Data terbaru menunjukkan produksi batu bara China naik sebesar 4,6 persen dari tahun sebelumnya pada Oktober.
Selain itu, curah hujan yang melimpah di wilayah Yunnan meningkatkan pembangkitan listrik tenaga air. Namun, permintaan yang kuat untuk batu bara tahun ini membuat harga berjangka 25 persen persen lebih tinggi dari titik terendah tahun ini di Maret. Pembangkitan listrik termal di China naik hampir 10 persen dari tahun sebelumnya pada September. Permintaan yang lebih besar ditegaskan oleh peningkatan impor sebesar 13 persen selama periode tersebut.
ADVERTISEMENT

CPO

Harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) turun tipis pada penutupan perdagangan Jumat. Berdasarkan situs tradingeconomics, harga CPO turun 0,12 persen menjadi MYR 5.132 per ton.
Harga CPO bergerak di tengah kekhawatiran ekspor yang lemah, terutama setelah surveyor kargo mencatat ekspor minyak sawit Malaysia turun antara 9,3-10,4 persen pada November. Selain itu, pedagang bersiap untuk data industri bulanan, yang dijadwalkan minggu depan.
Di sisi permintaan, ekspektasi tenang sampai bulan-bulan perayaan Tahun Baru Imlek dan Ramadan, yang secara tradisional meningkatkan konsumsi. Di India, konsumen minyak sawit teratas, impor untuk musim 2023-24 diperkirakan mencapai 9,2 juta ton, turun dari 9,8 juta ton sebelumnya, karena cuaca yang baik diharapkan dapat mendukung produksi dalam negeri.
ADVERTISEMENT

Nikel

Harga nikel terpantau mengalami kenaikan pada penutupan perdagangan Jumat. Harga nikel berdasarkan situs tradingeconomics menguat 0,32 persen menjadi USD 16.013 per ton.
Harga nikel didorong oleh kekhawatiran pengetatan kebijakan pertambangan Indonesia, produsen nikel terbesar di dunia. Laporan menunjukkan kuota pertambangan yang disetujui dapat turun hingga 27 persen pada tahun 2026, dan pemerintah berencana untuk mengurangi biaya lisensi untuk bijih nikel kadar rendah yang digunakan dalam produksi baterai. Kebijakan ini dapat membatasi ketersediaan nikel untuk industri seperti manufaktur baja tahan karat.
Selain itu, impor bijih nikel ke Indonesia melonjak 50 kali lipat tahun-ke-tahun menjadi lebih dari 9,3 juta ton antara Januari dan Oktober 2024, yang mencerminkan upaya untuk menjaga cadangan dalam negeri. Para pejabat telah berulang kali memperingatkan tentang berkurangnya stok nikel, menekankan perlunya memprioritaskan industri dalam negeri dan menstabilkan harga.
ADVERTISEMENT

Timah

Sementara itu, harga timah terpantau cenderung stagnan pada penutupan perdagangan Jumat. Berdasarkan tradingeconomics, harga timah turun tipis 0,05 persen menjadi USD 29.151 per ton.
Harga timah merosot di tengah prospek permintaan dari China yang pesimistis. Namun, kekhawatiran pasokan tetap ada untuk mempertahankan lonjakan 15 persen tahun ini.
Aktivitas yang lebih rendah dari yang diharapkan di tambang timah utama di Negara Bagian Wa, Myanmar, membuat ketersediaan bijih untuk peleburan China tetap rendah. Tingkat aktivitas yang lebih rendah menantang ekspektasi sebelumnya bahwa produksi timah akan pulih di wilayah tersebut selama paruh akhir tahun 2024, meskipun ketidakstabilan politik di Myanmar.