Harga Komoditas Kompak Anjlok: CPO 3,1 Persen, Timah 3,4 Persen

13 November 2024 8:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja memuat buah kelapa sawit ke atas truk di Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu (31/1/2024) Foto: ANTARA FOTO/Fransisco Carolio
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja memuat buah kelapa sawit ke atas truk di Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu (31/1/2024) Foto: ANTARA FOTO/Fransisco Carolio
ADVERTISEMENT
Harga CPO dan timah kompak mengalami penurunan pada perdagangan Selasa (12/11). Selain itu, harga minyak mentah cenderung stagnan setelah turun sekitar 5 persen selama dua sesi terakhir, karena investor memahami revisi terbaru OPEC untuk pertumbuhan permintaan, penguatan dolar AS, dan kekecewaan atas rencana stimulus terbaru China.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent naik 0,1 persen menjadi USD 71,89 per barel, sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 0,1 persen menjadi USD 68,12 per barel.
OPEC memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global pada tahun 2024 dan juga menurunkan proyeksinya untuk tahun depan. OPEC mengatakan permintaan minyak dunia akan naik 1,82 juta barel per hari (bph) pada 2024, turun dari perkiraan pertumbuhan 1,93 juta bph bulan lalu.
Batu Bara
Sedangkan harga batu bara menurun pada penutupan perdagangan Selasa. Harga batu bara kontrak Desember 2024 berdasarkan bursa ICE Newcastle turun 0,25 persen dan menetap di USD 143.75 per ton.
Menurut catatan tradingeconomics, data terbaru menunjukkan produksi batu bara China naik 4,4 persen dari tahun sebelumnya pada September, karena berakhirnya inspeksi keselamatan di tambang-tambang besar memungkinkan produsen untuk meningkatkan kapasitas. Selain itu, curah hujan yang cukup di wilayah Yunnan meningkatkan pembangkitan listrik tenaga air, mengambil bagian yang lebih besar dari pembangkitan utilitas.
ADVERTISEMENT
Namun, permintaan yang kuat untuk tenaga batu bara tahun ini membuat harga berjangka 27 persen lebih tinggi dari titik terendah tahun ini. Pembangkitan listrik termal di China naik hampir 10 persen dari tahun sebelumnya pada September, meskipun ada peningkatan kekhawatiran tentang hambatan ekonomi makro. Permintaan yang lebih besar ditegaskan oleh peningkatan impor sebesar 13 persen selama periode tersebut ke rekor tertinggi sebesar 47,6 ton.
CPO
Harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) juga anjlok pada penutupan perdagangan Selasa. Berdasarkan situs tradingeconomics, harga CPO turun 3,16 persen menjadi MYR 5.031 per ton.
Harga CPO melemah setelah mencapai titik tertinggi sejak Juni 2022 di MYR 5.200. Pertumbuhan produksi minyak sawit telah mandek dalam beberapa tahun terakhir karena perkebunan yang menua dan moratorium pembukaan lahan untuk mengekang deforestasi. Data dari Dewan Minyak Sawit Malaysia menunjukkan produksi Oktober turun 1,35 persen dari September menjadi 1,7 juta ton.
ADVERTISEMENT
Untuk mengendalikan harga lokal, Malaysia menaikkan bea ekspor minyak sawit mentah menjadi 10 persen untuk harga di atas MYR 4.050. Sementara itu, Indonesia berencana untuk meningkatkan campuran biodieselnya dari 35 persen menjadi 50 persen pada tahun 2028, dengan target 40 persen pada tahun 2025, sebuah langkah yang dapat semakin memperketat pasokan minyak sawit global.
Nikel
Adapun harga nikel terpantau mengalami penurunan pada penutupan perdagangan Selasa. Harga nikel berdasarkan situs tradingeconomics turun 0,58 persen menjadi USD 15.989 per ton.
Harga nikel kembali melemah menyusul penurunan logam dasar lainnya, karena pasar bereaksi terhadap kurangnya stimulus yang kuat dari China. Harga nikel tetap berada di atas level terendah karena kekhawatiran pasokan dari Indonesia, pemasok nikel terbesar di dunia.
ADVERTISEMENT
Indonesia menghadapi tantangan dalam menerbitkan izin pertambangan, dan banyak peleburan beralih ke impor dari Filipina. Selain itu, Indonesia berencana untuk memperluas larangan ekspornya, termasuk bijih nikel, yang dapat semakin memperketat pasokan global.
Timah
Sementara itu, harga timah juga terpantau mengalami penurunan pada penutupan perdagangan Selasa. Berdasarkan London Metal Exchange (LME), harga timah merosot 3,42 persen menjadi USD 30.208 per ton.
Harga timah menurun karena dukungan ekonomi yang kurang memuaskan dari China meredam prospek permintaan industri, serta kekhawatiran pasokan.
Aktivitas yang lebih rendah dari yang diharapkan di tambang timah utama di Negara Bagian Wa Myanmar membuat ketersediaan bijih untuk peleburan China tetap rendah. Tingkat aktivitas yang lebih rendah menantang ekspektasi sebelumnya bahwa produksi timah akan pulih di wilayah tersebut selama akhir tahun 2024, meskipun ada ketidakstabilan politik di Myanmar.
ADVERTISEMENT