Harga Komoditas: Minyak Mentah Turun, Batu Bara dan CPO Naik

11 November 2024 8:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tandan buah segar kelapa sawit. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tandan buah segar kelapa sawit. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
ADVERTISEMENT
Harga minyak mentah mengalami penurunan pada perdagangan Senin (11/11). Penurunan ini dipicu oleh meredanya kekhawatiran atas gangguan pasokan yang berkepanjangan akibat Badai Rafael di Teluk Meksiko AS dan kekecewaan atas langkah-langkah stimulus ekonomi yang diambil China.
ADVERTISEMENT
Hingga pukul 6.30 harga minyak mentah Brent berada di angka USD 73,874 per barel, turun 2,32 persen sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS berada di angka USD 70,317 per barel turun 0,09 persen.
Berdasarkan situs tradingeconomics, pasar memperkirakan risiko produksi yang lebih kecil dari Badai Rafael setelah sebelumnya lebih dari 22 persen produksi minyak Teluk AS dihentikan sebagai tindakan pencegahan. Sementara, langkah stimulus China yang ditujukan untuk utang pemerintah daerah gagal memenuhi ekspektasi pasar untuk meningkatkan permintaan yang berkontribusi pada penurunan harga.
Selain itu tren deflasi dan penurunan impor minyak mentah yang sedang berlangsung juga membebani sentimen.
Batu Bara
Berdasarkan bursa ICE Newcastle (Australia), harga batu bara untuk kontrak November 2024 mengalami kenaikan pada perdagangan Jumat (8/11). Harga batu bara naik 0,81 persen menjadi USD 143,35 per ton.
ADVERTISEMENT
CPO
Harga minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) juga mengalami kenaikan pada penutupan perdagangan Jumat (8/11). Harga CPO naik 3,03 persen menjadi MYR 5.100 per ton.
Berdasarkan catatan tradingeconomics, kenaikan ini merupakan level tertinggi sejak pertengahan Juni 2022. Beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah ekspektasi pasokan yang ketat di tengah tingkat produksi yang terus rendah, khususnya di Indonesia dan Malaysia.
Produksi minyak sawit telah mandek dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena perkebunan yang menua dan penangguhan sementara terhadap pembukaan lahan baru untuk mengatasi masalah deforestasi.
Pada tahun 2023, produksi semakin menurun karena kekeringan yang terkait dengan El Niño memperburuk situasi. Selain itu, Indonesia berencana untuk meningkatkan campuran minyak sawit dalam biodiesel menjadi 50 persen pada tahun 2028, naik dari 35 persen pada saat ini dengan target sementara 40 persen pada tahun 2025. Hal inilah yang semakin memperketat pasokan.
ADVERTISEMENT
Nikel
Harga nikel pada perdagangan Jumat (8/11) berdasarkan London Metal Exchange (LME) justru mengalami penurunan. Harga timah turun 1,15 persen menjadi USD 16.397 per ton.
Menurut tradingeconomics, penurunan terjadi karena pasar bereaksi terhadap kurangnya stimulus yang kuat dari Tiongkok meskipun pemerintah China telah mengumumkan paket pertukaran utang senilai 10 triliun Yuan untuk membantu pemerintah daerah mengelola utang dan mengakses pinjaman yang lebih murah.
Walau begitu, harga nikel tetap berada di atas level terendah pada Oktober lalu di angka USD 15.730 per ton. Saat itu terdapat kekhawatiran pasokan dari Indonesia sebagai pemasok nikel terbesar di dunia karena Indonesia menghadapi beberapa tantangan seperti izin pertambangan, dan banyak pabrik peleburan beralih ke impor dari Filipina. Selain itu, Indonesia berencana untuk memperluas larangan ekspornya, termasuk bijih nikel yang dapat semakin memperketat pasokan global.
ADVERTISEMENT
Timah
Harga timah pada perdagangan Jumat (8/11) berdasarkan London Metal Exchange (LME) juga mencatat penurunan 0,53 persen persen menjadi USD 31.648 per ton. Berdasarkan catatan tradingeconomics, harga timah sempat mencapai level tertinggi dalam tiga minggu pada 7 November lalu di angka USD 32.350.