Harga Minyak Dunia Anjlok Imbas Trump Berlakukan Tarif 104% ke China Hari Ini

9 April 2025 11:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden AS Donald Trump berbicara kepada wartawan saat berada di pesawat Air Force One, dalam perjalanan menuju Pangkalan Gabungan Andrews pada tanggal 6 April 2025. Foto: MANDEL NGAN / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden AS Donald Trump berbicara kepada wartawan saat berada di pesawat Air Force One, dalam perjalanan menuju Pangkalan Gabungan Andrews pada tanggal 6 April 2025. Foto: MANDEL NGAN / AFP
ADVERTISEMENT
Tarif impor Amerika Serikat sebesar 104 persen untuk berbagai produk asal China resmi diberlakukan mulai hari ini, Rabu (10/4).
ADVERTISEMENT
Kebijakan ini jadi puncak dari eskalasi perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia dan memicu kekhawatiran resesi global serta jatuhnya harga komoditas, termasuk minyak mentah.
Harga minyak mentah global terjun bebas ke level terendah dalam lebih dari empat tahun tadi pagi waktu Asia.
Penyebabnya, kekhawatiran permintaan yang melemah akibat perang dagang yang makin panas antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Mengutip Reuters, harga minyak Brent turun USD 2,13 atau 3,39 persen ke USD 60,69 per barel. Sementara minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) anjlok USD 2,36 atau 3,96 persen ke USD 57,22 per barel. Ini menjadi level terendah Brent sejak Maret 2021 dan terendah WTI sejak Februari 2021.
Kedua harga acuan ini sudah merosot selama lima hari berturut-turut, sejak Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif besar-besaran atas impor. Langkah itu memicu kekhawatiran resesi global yang akan menekan permintaan bahan bakar.
ADVERTISEMENT
Gedung Putih memastikan, mulai Rabu pukul 12.01 waktu setempat, AS akan menerapkan tarif 104 persen untuk produk-produk asal Tiongkok.
Presiden Republik Rakyat Tiongkok, Xi Jinping saat KTT G20 di Hangzhou, Tiongkok. Foto: Gil Corzo/Shutterstock
Tarif ini dinaikkan 50 persen setelah Beijing tak mencabut tarif balasan terhadap produk AS yang sempat ditetapkan sebesar 34 persen.
China langsung membalas. Pemerintahnya menyebut langkah Trump sebagai bentuk pemerasan dan menyatakan tak akan tunduk.
"Balasan agresif dari China membuat kemungkinan tercapainya kesepakatan cepat semakin kecil. Ini memicu kekhawatiran resesi global," kata Ye Lin, Wakil Presiden Rystad Energy.
Ye menambahkan, pertumbuhan permintaan minyak China yang selama ini berkisar 50.000–100.000 barel per hari bisa hilang kalau perang dagang terus berlanjut. Meski begitu, stimulus untuk memperkuat konsumsi domestik bisa sedikit meredam dampaknya.
ADVERTISEMENT
Harga minyak makin tertekan setelah OPEC+ yang terdiri dari negara-negara pengekspor minyak dan sekutunya seperti Rusiamemutuskan menambah produksi mulai Mei sebesar 411.000 barel per hari. Langkah ini dinilai akan membuat pasar kelebihan pasokan.
Goldman Sachs bahkan memprediksi harga Brent dan WTI bisa turun ke masing-masing USD 62 dan USD 58 per barel pada Desember 2025, dan makin rendah lagi pada 2026.
Sementara itu, harga minyak Rusia jenis ESPO jatuh di bawah batas harga USD 60 per barel untuk pertama kalinya sejak pembatasan harga diberlakukan negara-negara Barat.
Di sisi lain, ada sedikit kabar baik: data dari American Petroleum Institute menunjukkan cadangan minyak mentah AS turun 1,1 juta barel per pekan hingga 4 April, berbeda dengan ekspektasi kenaikan sebesar 1,4 juta barel.
ADVERTISEMENT
Data resmi dari Badan Informasi Energi AS (EIA) dijadwalkan rilis Rabu siang waktu AS.