Harga Minyak Dunia Terus Melonjak, Anggaran Subsidi Bisa Jebol?

17 September 2023 18:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pengeboran minyak lepas pantai. Foto: Dok. Pertamina
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengeboran minyak lepas pantai. Foto: Dok. Pertamina
ADVERTISEMENT
Harga minyak mentah dunia melonjak selama sepekan. Kenaikan itu dipicu terbatasnya pasokan dan optimisme China. Mengutip Reuters, Minggu (17/9) harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) pada akhir perdagangan Jumat naik 0,68 persen menjadi USD 90,77 persen barel.
ADVERTISEMENT
Hal itu juga terjadi pada minyak mentah jenis Brent yang ditutup naik 0,25 persen menjadi USD 93,93 per barel. Dalam sepekan, WTI naik 3,73 persen dan Brent naik 3,62 persen.
Merespons hal itu, Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmi Radhi mengungkapkan perlu ada kenaikan harga BBM bersubsidi. Supaya beban APBN tak semakin berat.
"Kalau tidak dinaikkan akan meningkatkan beban subsidi dari APBN," kata Fahmi kepada kumparan, Minggu (17/9).
Fahmi melanjutkan, kenaikan harga BBM tentu akan membuat inflasi melonjak naik dan menurunkan daya beli. Di sisi lain, dia menilai, pada saat harga minyak dunia naik, harga BBM non subsidi akan naik mengikuti mekanisme pasar.
Adapun, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran untuk subsidi dan kompensasi BBM sebesar Rp 339,6 triliun di tahun 2023. Dengan rincian kuota atau volume Pertalite sebesar 29,07 juta kiloliter (kL), LPG 3 kg 8 juta kL, dan solar sebanyak 17 juta kL.
Pengamat energi UGM Fahmi Radhi Foto: Novan Nurul Alam/kumparan
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mewaspadai ada perpindahan konsumsi BBM dari nonsubsidi menjadi BBM subsidi baik itu Pertalite dan Solar akibat lonjakan harga minyak mentah yang cetak rekor di tahun ini.
ADVERTISEMENT
Harga minyak mentah Brent yang menjadi acuan internasional sudah mencapai USD 94.35 per barel, tertinggi sepanjang tahun 2023. Harga Brent juga sudah melampaui asumsi Indonesian Crude Price (ICP) di APBN 2023 sebesar USD 90 per barel.
Arifin mengatakan, merangkaknya harga minyak mentah ini sudah terlihat dampaknya kepada kenaikan harga BBM nonsubsidi. Dia khawatir konsumen akan beralih mengkonsumsi Pertalite.
"Ini juga nanti akan mendorong pemakaian Pertalite. Kita harapkan, kita imbau supaya jangan masuk sektor subsidi," ucapnya saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (15/9).
Petugas SPBU menunggu kendaraan mengisi bahan bakar. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Arifin menilai, kebanyakan pemilik kendaraan merupakan masyarakat mampu yang seharusnya bisa mengkonsumsi BBM yang lebih ramah lingkungan. Di sisi lain, dia juga memastikan belum ada rencana kenaikan harga Pertalite yang masih Rp 10 ribu per liter.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, pemerintah juga mengantisipasi lonjakan harga minyak mentah akan berlangsung hingga akhir tahun ini. Salah satunya dengan menggencarkan program konversi motor BBM menjadi listrik yang bisa mengurangi konsumsi BBM.
"Konversi kendaraan listrik harus dipercepat karena itu manfaatnya banyak, kita sudah bahas ongkos yang dipakai untuk tambahan subsidi, itu bisa membangun berapa ratus ribu motor konversi listrik," jelasnya.
Selain itu, jika konversi motor listrik ini lebih gencar dengan kenaikan insentif, maka akan ada penciptaan lapangan pekerjaan baru dan pengembangan industri UMKM, serta pengurangan impor minyak mentah.
"Sekarang hampir 6 ribu (pendaftar konversi motor), kita lagi usulin tambahin lagi insentifnya," pungkas Arifin.