Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Harga Minyak Dunia Turun, Mengapa BBM Subsidi di RI Tak Ikut?
7 Oktober 2022 8:15 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Harga minyak mentah di pasar global masih bergejolak. Pada 3 September 2022, Presiden Jokowi menaikkan Pertalite dan Pertama lantaran harga minyak mentah melonjak di atas USD 100 per barel.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, harga komoditas ini terus bergerak fluktuatif dan sempat turun ke level USD 90 per barel. Pada 30 September 2022, harga minyak mentah berjangka Brent ditutup turun 0,8 persen menjadi USD 88,49 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS menetap 0,9 persen lebih rendah pada USD 81,23 per barel.
Merosotnya harga minyak mentah ini sempat diikuti dengan penurunan harga Pertamax. Pertamina menurunkannya dari Rp 14.500 menjadi Rp 13.900 per liter pada 1 Oktober 2022. Meski begitu, Pertalite yang masuk BBM subsidi tidak ikut turun, untuk Pertamina Dex series justru naik.
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan alasan pemerintah tidak menurunkan harga BBM subsidi walaupun harga minyak mentah dunia sedang rendah saat ini.
ADVERTISEMENT
Menurut Luhut, harga minyak dunia hingga kini memang berfluktuasi sehingga berdampak pada harga BBM. Namun, kata dia, pemerintah masih harus memantau perkembangan harga minyak yang bisa tiba-tiba naik lagi.
"Kemarin ada yang bilang sama saya itu harga minyak sudah turun, turunkan lagi dong subsidi. Eh saya bilang kau tunggu dulu barang ini loncat-loncat," ujar Luhut di Nusa Dua Convention Center Bali, Kamis (6/10).
Luhut melanjutkan, bahkan ada kemungkinan harga minyak mentah menembus ke level tertinggi yakni USD 200 per barel lantaran ancaman krisis energi di negara lain masih mengintai.
"Saya ngomong, 3 hari kemudian boom naik lagi (harga minyak). Anda bisa membayangkan enggak tiba-tiba kalau ada tactical nuclear weapon dimainkan di sana, itu bisa USD 200 itu," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Pada Kamis (6/10), harga minyak sedang merangkak naik karena kebijakan organisasi negara pengekspor minyak atau OPEC+ setuju memperketat pasokan global dengan memangkas target produksi sebesar 2 juta barel per hari.
Dikutip dari Reuters, minyak berjangka Brent menetap di USD 94,42 per barel, naik 1,1 persen. Minyak WTI AS ditutup seharga USD 88,45 per barel, naik 0,8 persen.
Ekonomi Masih Gelap di Tahun 2023
Dalam kesempatan tersebut, Luhut juga sempat menyinggung pernyataan Presiden Jokowi bahwa tahun 2023 kondisi perekonomian bisa saja lebih gelap.
"Presiden tanggal 29 September lalu memberikan warning tahun 2023 yang lebih gelap akibat gejala ekonomi dan politik global. tadi saya sudah jelaskan bahwa ini memang kita tidak tahu apa yang terjadi," sambungnya.
Dia meyakini tidak ada yang bisa memprediksi gejolak ekonomi dunia dalam jangka waktu 6 bulan ke depan. Di dalam negeri, tanda-tanda ini sudah mulai terlihat dari angka inflasi September yang sudah mencapai 5,95 persen.
ADVERTISEMENT
Pemerintah berupaya menahan angka inflasi tak lebih dari 6 persen, meskipun itu sudah melebihi target 2022 antara 2 sampai 4 persen menurut Luhut.
"Anything could happen today. Saya mohon kita semua harus bangun membangun, jangan saling menyalahkan, karena tidak ada yang mampu memprediksi keadaan ekonomi dalam 6 bulan ke depan ini," tutur Luhut.