Harga Minyak Dunia USD 97,92, Ada Peluang BBM Pertalite Turun?

9 Oktober 2022 13:32 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kilang minyak Foto: Reuters/Todd Korol
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kilang minyak Foto: Reuters/Todd Korol
ADVERTISEMENT
Harga minyak mentah di pasar global masih bergejolak. Pada 3 September 2022, pemerintah menaikkan harga BBM Pertalite karena harga minyak mentah jenis Brent melonjak di atas USD 100 per barel. Namun, pada perdagangan Jumat (7/10) harga minyak menurun menjadi USD 97.92 per barel.
ADVERTISEMENT
Merosotnya harga minyak mentah ini sempat diikuti penurunan harga Pertamax dari Rp 14.500 menjadi Rp 13.900 per liter pada 1 Oktober 2022. Meski begitu, harga Pertalite yang termasuk BBM subsidi tidak turun.
Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan pemerintah setidaknya hingga akhir tahun tidak akan menurunkan harga Pertalite di tengah turunnya harga minyak dunia. Sebab kondisi ekonomi global saat ini masih belum stabil.
"Pemerintah harus menyiapkan anggaran kalau-kalau terjadi fluktuasi harga lagi, sampai akhir tahun paling tidak," ujar Mamit kepada kumparan, Sabtu (8/10).
Mamit mengatakan, pemerintah hingga saat ini masih menanggung beban kompensasi selisih harga minyak dunia dengan harga komersil BBM subsidi.
Pertamina pastikan stok Pertalite dan Solar aman. Foto: Pertamina
"Menurut perhitungan OPEC+, minyak dunia itu harganya Rp 12.000 -13.000, sementara kita masih di Rp 10.000, jadi pemerintah masih menanggung beban kompensasi," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk harga BBM umum, Mamit memprediksi harganya akan naik. Ada dua faktor penyebab, yakni pemotongan produksi minyak oleh OPEC+, serta konsumsi minyak di Eropa yang akan meningkat secara signifikan pada musim dingin.
"Harga BBM umum seperti Pertamax bisa naik, karena sekarang harga minyak sempat naik USD 100/barel, ditambah OPEC+ juga berencana cutting produksi minyak 2 juta per barel November lagi, ini pasti akan berpengaruh pada suplai," katanya.
"Ditambah lagi, musim dingin sebentar lagi, negara-negara Barat pasti akan konsumsi energi lebih banyak," ujar dia menambahkan.