Harga Nikel Anjlok Imbas Oversupply, Apa Kabar Investasi Kendaraan Listrik?

15 Januari 2024 9:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pekerja menunjukan bijih nikel di pabrik pertambangan nikel. Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pekerja menunjukan bijih nikel di pabrik pertambangan nikel. Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komoditas yang berkaitan erat dengan industri kendaraan listrik, nikel kini tengah dalam masa penurunan harga yang cukup dalam.
ADVERTISEMENT
Mengutip Tradingeconomics, harga nikel berjangka secara tahunan turun 39,50 persen per ton dan saat ini dibanderol USD 16.092,50 per ton. Sementara dibandingkan bulan lalu, harga nikel tercatat turun 0,93 persen dan 0,53 persen secara harian.
Turunnya harga nikel berjangka di bawah USD 16.500 per ton, mendekati posisi terendah dalam tiga tahun terakhir, hal ini dikarenakan banjirnya pasokan dari produsen terkemuka dunia, Indonesia, Filipina, dan Tiongkok terus membebani komoditas tersebut.
Menurut perkiraan terbaru dari International Nickel Study Group, pasokan logam tersebut melampaui permintaan sebesar 223.000 metrik ton pada tahun 2023, dan kesenjangan tersebut diperkirakan akan melebar menjadi 239.000 metrik ton pada tahun 2024.
Hal ini didorong oleh melemahnya penggunaan nikel akibat perlambatan ekonomi global, utamanya perekonomian di Tiongkok yang masih melemah.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, penurunan harga juga disebabkan oleh harapan penurunan suku bunga oleh bank sentral utama dan prospek permintaan yang lebih kuat yaitu 3,47 juta ton vs 3,20 juta pada tahun 2023.
Peningkatan permintaan ini terkait dengan meningkatnya penggunaan nikel dalam baterai kendaraan listrik dan kebangkitan kembali nikel. sektor baja tahan karat.
Pada tahun 2023, nikel anjlok 45 persen dan menjadi komoditas tertumbang di seluruh kompleks logam nonferrous di London Metal Exchange (LME).
Nikel memang menjadi komoditas penting dalam pembuatan kendaraan listrik. Nikel digunakan dalam produksi baja tahan karat dan paduan lainnya dan dapat ditemukan dalam peralatan persiapan makanan, telepon seluler, peralatan medis, transportasi, gedung, pembangkit listrik.

Indonesia Jadi Biang Kerok Oversupply Nikel Dunia

Chief Operating Officer ThorCon Power Indonesia Bob S. Effendi mengatakan Indonesia menjadi biang kerok utamanya melubernya stok nikel di dunia. Bahkan, antisipasi pemerintah terkait kelebihan cadangan dengan penyerapan oleh industri kendaraan listrik dinilai gagal.
ADVERTISEMENT
“Dorongan besar dari Indonesia telah menyebabkan kelebihan pasokan nikel dan mendorong kenaikan harga down. Tampaknya pasar EV besar yang diantisipasi tidak pernah terwujud,” tulis Bob dikutip pada Senin (15/1).
Senada dengan Bob, mantan Menteri Investasi Indonesia, Tom Lembong juga mengatakan hal serupa.
Dalam laman YouTube Total Politik, Tom bilang, penyebab banjirnya stok nikel dunia adalah gencarnya smelter di Indonesia, yang kemudian menyebabkan harga nikel turun dalam.
“Jadi dengan begitu gencarnya di bawah smelter di Indonesia, kita membanjiri dunia dengan nikel, akhirnya harganya jatuh terjadi kondisi oversupply,” kata Tom dikutip pada Senin (15/1).
Selain itu, Tom juga bilang, Indonesia begitu militan dan begitu konfrontasional terhadap negara pelanggan nikel.
“Akhirnya mereka ketakutan dan juga kehilangan kepercayaan, ya akhirnya mereka cari opsi lain, mereka bikin formulasi bahan baterai yang tidak menggunakan nikel, substitusi,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Tom bilang, merek kendaraan ternama, Tesla yang diproduksi di Tiongkok, kini telah meninggalkan nikel untuk memproduksi baterai kendaraan listrik, dengan bermodalkan besi dan fosfat.
“Jadi 100 persen dari semua mobil Tesla yang dibuat di Tiongkok mereka menggunakan baterai yang mengandung 0 persen nikel dan 0 persen kobalt. Jadi baterainya namanya ferro phosphate (LFP) pakai besi, pakai fosfat,” jelasnya.

Investasi dalam Ancaman

Selain penurunan harga, mengutip fastmarket, definis Foreign Entity of Concern (FEOC) yang dirilis bulan lalu juga akan mengecualikan sebagian besar nikel Indonesia dari kualifikasi kredit pajak Inflation Reduction Act (IRA).
Definisi FEOC mencakup setiap entitas asing yang dimiliki oleh, dikendalikan oleh, atau tunduk pada yurisdiksi atau arahan pemerintah negara yang dilindungi.
ADVERTISEMENT
Sementara, negara-negara yang saat ini termasuk dalam kategori negara yang dilindungi adalah Tiongkok, Rusia, Korea Utara, dan Iran.
Mulai tahun 2025, dan dengan masa transisi, perusahaan yang lebih dari 25 persen dimiliki atau dikendalikan oleh FEOC, termasuk kursi dewan, hak suara, atau ekuitas, tidak akan memenuhi syarat untuk mendapatkan kredit pajak yang tersedia berdasarkan IRA. Sebagian besar proyek berskala besar di Indonesia memiliki lebih dari 25 persen kepemilikan Tiongkok.
“Perusahaan-perusahaan Tiongkok telah membuat taruhan besar di Indonesia, dan kini margin keuntungan mereka menghadapi ancaman yang semakin besar,” kata seorang pedagang nikel veteran, dikutip dari fastmarket pada Senin (15/1).