Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Harga Tiket Pesawat Domestik Mahal, Imbas Monopoli Avtur?
9 Februari 2024 17:07 WIB
ยท
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU ) mengungkapkan temuan penyebab mahalnya tiket pesawat domestik, yakni karena struktur monopoli penyedia bahan bakar penerbangan alias avtur.
ADVERTISEMENT
Saat ini, badan usaha satu-satunya yang menyalurkan avtur ke seluruh badara di Indonesia hanya PT Pertamina (Persero). Hal ini dinilai menimbulkan ketidakefisienan pasar dan berkontribusi pada mahalnya harga avtur.
Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (Apjapi), Alvin Lie, mengatakan pada dasarnya pemerintah tidak melarang badan usaha selain Pertamina menjadi penyalur avtur di Indonesia.
Hanya saja, pemerintah mewajibkan badan usaha tidak hanya menyalurkan avtur di satu bandara saja, namun harus ke seluruh bandara hingga ke pelosok kawasan Timur. Hal ini mengingat badan usaha kerap hanya ingin masuk ke Bandara Soekarno Hatta saja.
Kata Alvin, hal ini maklum lantaran konsumsi avtur terbesar di Indonesia memang di Bandara Soekarno Hatta, dengan kontribusi sekitar 60 persen dari total konsumsi avtur nasional.
ADVERTISEMENT
"AKR mau masuk, dari asing juga BP mau masuk. Tapi kalau hanya ke Soekarno Hatta tidak fair juga, soalnya bandara-bandara terutama di Timur juga butuh pasokan, dan yang bisa memasok ke bandara di Timur itu hanya Pertamina," jelasnya saat dihubungi kumparan, Jumat (9/2).
Selain itu, Alvin menyebutkan, harga avtur yang ditetapkan Pertamina paling murah di Bandara Soekarno Hatta karena kemudahan infrastruktur dan biaya logistik, disusul oleh Bandara Batam karena bebas pajak.
Sementara bandara-bandara lain memang lebih mahal, bahkan Alvin menyebut ada bandara yang harga avturnya sampai 20 persen di atas Bandara Soekarno Hatta. Sebab, semakin jauh bandara dari Jakarta, maka semakin tinggi biaya logistik dan risikonya.
"Ketika operator lain itu diminta juga supply tidak hanya ke Soekarno Hatta, pada umumnya mereka angkat tangan. Itu jadi kalau masuk hanya di Soekarno Hatta bisa menjadi lebih murah, tapi bandara lain sama saja karena tidak ada operator lain yang mau masuk," tutur Alvin.
ADVERTISEMENT
Komponen Harga Avtur
Di sisi lain, Alvin menyebutkan komponen harga avtur juga mencakup Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen untuk penerbangan domestik, sementara penerbangan internasional tidak dikenakan.
"Pertamina itu juga harus bayar setoran PNBP kepada BPH Migas, kalau tidak salah 0,5 atau 0,7 persen dari nilai, semua itu menjadi beban dan itu dibebankan kepada maskapai penerbangan," ungkapnya.
Kemudian, penyaluran avtur juga dikenakan throughput fee oleh pengelola bandara, dalam hal ini PT Angkasa Pura Indonesia, kepada Pertamina. Padahal, infrastruktur avtur dibangun sendiri oleh Pertamina.
Misalnya di Bandara Soekarno Hatta, throughput fee yang dikenakan adalah Rp 33 per liter sejak tahun 2018. Dengan begitu, armada Boeing 737 berkapasitas 26,000 liter, throughput fee-nya sebesar Rp 858.000. Sementara Airbus A320 berkapasitas 23,400 liter, throughput fee-nya Rp 772.000.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut, menurut Alvin, menjadi tambahan biaya bagi Pertamina yang kemudian dibebankan kepada maskapai. Pasalnya, komponen Avtur dalam biaya operasional maskapai berkisar antara 35-40 persen.
"Kalau provider lain mau masuk, bagaimana mereka membangun infrasturkturnya dan kalaupun membangun, tidak boleh sampai mengganggu penerbangan, itu tantangannya di sana," tutur Alvin.
Dengan begitu, Alvin mengusulkan cara menekan harga avtur seharusnya dengan meninjau kembali throughput fee terutama infrastruktur yang dibangun oleh Pertamina atau menggunakan mobil tanki, menghapus setoran ke BPH Migas, serta menurunkan atau menghapus PPN.
Harga Avtur Rendah Belum Tentu Tiket Pesawat Turun
Alvin tidak bisa memastikan kalaupun harga avtur rendah, harga tiket pesawat juga bisa menurun. Sebab, kondisi tiket pesawat domestik saat ini terikat dengan Tarif Batas Atas (TBA) yang belum berubah sejak tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Selama ini, harga avtur yang digunakan sebagai patokan tidak sampai Rp 10.000 per liter, sementara harga avtur sekarang sudah mencapai Rp 14.000 per liter. Namun, TBA tidak kunjung berubah di tengah biaya operasional maskapai terus naik.
"Akibatnya untuk bertahan hidup, semua airlines menerapkan harga pada batas atas, tidak fleskibel lagi. Ketika dulu masih ada margin untuj profit, ketika ramai harga mendekati TBA, ketika sepi bisa turun," ungkap Alvin.
Hal tersebut, menurut dia, dilakukan maskapai sebagai upaya subsidi silang. Dengan demikian, selama TBA tidak direvisi, harga tiket pesawat tidak akan fleskibel dengan cara apapun karena margin maskapai sudah tidak ada lagi.