Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Jauh di belantara Semenanjung Kampar, Provinsi Riau , tak banyak yang tahu ada sekelompok pekerja yang menjadi ‘ujung tombak’ dalam menjaga keberlanjutan dan keanekaragaman hayati hutan rawa gambut utuh terbesar di Sumatera.
Salah satu pekerja tersebut bernama Dian Andi Syahputra. Sehari-hari, lelaki yang akrab disapa Ian ini bekerja di hutan untuk memastikan jalannya kegiatan restorasi dan konservasi yang dijalankan Restorasi Ekosistem Riau (RER), yang luasnya mencapai lebih dari 150.000 ha atau setara dengan dua kali wilayah Singapura.
Panas terik dan hujan deras saat mengecek lokasi restorasi di pedalaman hutan merupakan hal biasa buat Ian. Dia bahkan terbiasa menetap berhari-hari di alam untuk menjalankan kegiatan pemulihan hutan, salah satunya memperbaiki dan memastikan tertutupnya kanal-kanal drainase liar di hutan yang berisiko menyebabkan kebakaran di lahan gambut.
Sayangnya, belum banyak yang tahu bahwa aksi yang dilakukan Ian ini memiliki andil besar untuk keberlanjutan hutan dan makhluk hidup di dalamnya.
Ya, penutupan kanal (canal blocking) adalah salah satu bagian penting dari kegiatan pemulihan kawasan hutan, khususnya di lahan gambut. Seperti diketahui, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi setiap tahun berisiko terjadi di lahan gambut yang mengering. Dengan pencegahan dan langkah yang tepat, kebakaran di lahan gambut dapat diminimalisir.
Cara utamanya adalah menjaga lahan gambut dalam kondisi basah dan lembab. Ada banyak faktor yang menyebabkan lahan gambut mengering, misalnya praktek pembalakan hutan dan perambahan lahan yang secara nyata meninggalkan kanal-kanal liar sebagai akses untuk mengeluarkan kayu dari dalam hutan.
Adanya kanal ini membuat air yang seharusnya tertahan untuk melembabkan gambut jadi mengalir ke luar, yang otomatis malah mengeringkan gambut. Kekeringan ini bisa menyebabkan degradasi dan gambut kehilangan kelembapannya. Bila ini terus terjadi, gambut bisa kehilangan kemampuan untuk menyimpan karbon dan meningkatkan resiko kebakaran.
Kanal-kanal bekas pembalakkan liar inilah yang coba ditutup oleh Ian dan tim RER. Kanal-kanal ini merupakan peninggalan dari praktek pembalakan liar yang masif terjadi sebelum program RER mulai berjalan pada 2013.
Proses penutupan kanal memakan waktu yang tidak sebentar. Ian bercerita bahwa pihaknya harus mengidentifikasi dan memverikasi langsung titik koordinat liar berdasarkan data sistem informasi geografis yang dihimpun RER.
Setelahnya, Ian dan empat anggota tim lainnya berangkat menuju titik kanal menggunakan ketinting, sebuah perahu kecil yang digunakan sebagai akses transportasi utama dalam menjelajahi hutan . Tak lupa, Ian juga membawa berkilo-kilo material sandbag (yang berisi campuran pasir batu) dan velt (material sisa untuk produksi pulp yang digunakan kembal). Ian dan tim juga membawa persediaan makanan hingga tenda dalam perjalanan yang memakan waktu tidak sebentar itu.
“Perlu sekitar 50-100 sandbag, yang berat satuannya mencapai 30 kg setiap kegiatan penutupan kanal, tergantung dari lebar dan dalam kanal. Seluruh sandbag ini diangkut menggunakan ketinting dan untuk mobilisasi material sandbag saja bisa memakan waktu berhari hari,” jelas Ian yang menjabat sebagai Environment and Water Management Officer RER tersebut.
Setelah seluruh sandbag terkumpul pada lokasi kanal yang akan ditutup, barulah tim RER menuju ke lokasi untuk membuat bendungan (dam). Menerobos lebatnya hutan, terjalnya medan dan sulitnya menembus akses kanal bukan hal baru bagi mereka.
“Awalnya memang kaget dengan situasi lapangan karena sebelumnya saya bekerja sebagai pegawai kantoran. Namun, saya semakin menikmati pekerjaan ini dan bangga karena turut menjaga lingkungan untuk generasi mendatang,” ujarnya.
Sebagai orang terdepan dalam penutupan kanal liar, Ian dan tim bertanggung jawab untuk membuat bendungan yang tepat guna menjaga lahan gambut di sekitar kanal tetap basah. Konstruksi penutupan kanal dibangun secara bertingkat berbentuk teraserring untuk dapat menahan air secara maksimal.
Upaya restorasi dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan yang dilakukan Ian merupakan salah satu kunci utama dalam mengatasi perubahan iklim dan menjaga keanekaragaman hayati. Hal ini juga sejalan dengan peringatan Hari Hutan Internasional Sedunia yang jatuh setiap tanggal 21 Maret, dengan tema tahun ini adalah Restorasi Hutan: Jalan Menuju Pemulihan dan Kesejahteraan.
Progres Signifikan
Sejak diberikan izin konsesi restorasi oleh pemerintah pada 2013 lalu, RER telah melakukan upaya strategis dalam restorasi hutan, termasuk penutupan kanal liar yang jumlahnya mencapai 46 sistem kanal lama dengan total panjang 186 km di seluruh area konsesi. Dalam lima tahun terakhir, RER telah berhasil menutup 56 persen dari total kanal liar yang ada dengan panjang mencapai 81,2 km.
“Penutupan kanal memainkan peran yang sangat penting dalam upaya restorasi hidrologis yang dilakukan RER untuk mengurangi bahaya kebakaran dan meminimalkan emisi karbon. Target RER adalah membendung semua kanal liar pada 2025,” kata Nyoman Iswarayoga, External Affairs Director RER.
Kesuksesan penutupan kanal ini berkontribusi terhadap tidak adanya kebakaran hutan dan lahan di area konsesi RER selama enam tahun berturut-turut. Selain penutupan kanal, pencapaian ini juga merupakan hasil dari patroli kebakaran aktif, kesepakatan formal dengan komunitas pengguna hutan untuk tidak menyalakan api, dan tidak ada kegiatan pembukaan lahan di dalam kawasan konsesi RER.
“Kegiatan restorasi dan pencapaian ini tidak lepas dari dukungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK RI) yang mempercayakan pengelolaan restorasi ekosistem kepada RER untuk keberlanjutan hutan di Indonesia,” jelas Nyoman.
RER beroperasi berdasarkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) yang diberikan oleh KLHK RI kepada lima perusahaan yang berada di bawah program Restorasi Ekosistem Riau (RER) , Grup APRIL . Tugas utama RER adalah untuk melestarikan dan memulihkan ekosistem dalam satu kawasan hutan rawa gambut ini.
RER sendiri merupakan bagian dari komitmen 1-for-1 Grup APRIL, di mana setiap satu hektar hutan tanaman industri yang dikelola, Grup APRIL juga melindungi atau merestorasi satu hektare hutan. Komitmen ini sejalan dengan pendekatan proteksi-produksi Grup APRIL dan diatur dalam Sustainable Forest Management Policy (SFMP) 2.0.
Dalam komitmen keberlanjutan APRIL2030 yang baru diluncurkan akhir tahun lalu, APRIL Group juga memastikan tidak adanya kawasan lindung dan restorasi yang hilang (zero net loss) dalam 10 tahun kedepan.
Perusahaan penghasil kertas “PaperOne” yang berbasis di Pangkalan Kerinci, Riau ini juga berkomitmen memperluas area kawasan lindung dan restorasi hingga di luar wilayah operasional dengan menyisihkan dana dari tiap ton kayu yang digunakan dalam produksi untuk membiayai investasi di bidang lingkungan sebesar 10 juta USD per tahun.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan RAPP