Hasil Audit BPKP Dinilai Tak Akurat: Okupansi KRL Bisa 300 Persen

7 April 2023 17:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah calon penumpang menunggu KRL Commuter Line di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Senin (13/3/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah calon penumpang menunggu KRL Commuter Line di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Senin (13/3/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Institut Studi Transportasi (INSTRAN) menilai hasil review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengenai okupansi KRL Jabodetabek tidak akurat mencerminkan kondisi di lapangan.
ADVERTISEMENT
BPKP menilai, PT KCI masih dapat memenuhi kebutuhan penumpang dengan prediksi rata-rata okupansi di tahun 2023 sebanyak 62,75 persen, tahun 2024 sebanyak 79,09 persen, dan tahun 2025 sebanyak 83,04 persen.
Pengamat Transportasi sekaligus Direktur Eksekutif INSTRAN, Deddy Herlambang, mengatakan okupansi KRL Jabodetabek saat ini sangat padat terutama di jam kerja atau rush hour di atas 100 persen.
"Saya heran selevel BPKP kok bisa kurang data dan kurang akurasi. Silakan datang saja pagi-pagi bagaimana hebohnya di Manggarai, Bogor, Rawa Buntu misalnya kalau pagi-pagi kan kekurangan. Itu saja KRL bisa sampai 300 persen," jelasnya kepada kumparan, Jumat (7/4).
Dia melanjutkan, pada dasarnya hasil review BPKP mengenai okupansi KRL merupakan rata-rata okupansi dalam satu hari. Hal ini, menurut dia, tidak valid karena terdapat perbedaan yang jauh antara okupansi pada rush hour dan tengah malam.
ADVERTISEMENT
Biasanya, lanjut dia, pada siang hari di atas pukul 09.00, kereta sudah lengang dengan okupansi rata-rata 40-50 persen saja. Di sisi lain, okupansi waktu rush hour masih aman di level 200 persen, namun dalam kasus paling parah bisa mencapai 300 persen.
"Keretanya longgar paling keterisian hanya 40-50 persen kalau siang kan memang sepi. Justru pas rush hour atau peak time jam-jam sibuk itu yang sampai 300 persen sampe terganjal-ganjal seperti pepes ikan," tegasnya.
Deddy melanjutkan, seharusnya KRL minimal memiliki 12 gerbong, namun kenyataannya di lintas Tanah Abang-Rangkasbitung hanya memiliki 10 gerbong sementara lintas Jakarta Kota-Bogor bahkan hanya memiliki 8 gerbong.
"Saat ini kita belum siap mitigasi kekurangan, kita ini sekarang kekurangan kereta sebelum masalah impor-impor ini heboh ini kita sudah kekurangan sebenernya," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Dia pun menegaskan, pihak PT KCI harus meminta peninjauan ulang kepada BPKP dan pemerintah untuk mempertimbangkan kembali opsi impor KRL bekas dari Jepang, dengan langsung melihat kondisi di lapangan.
Hal ini mengingat belum siapnya produksi dalam negeri yang hanya dipenuhi oleh PT INKA (Persero) yang baru rampung di tahun 2025. Dia pun menilai, kewajiban tingkat komponen dalam negeri (TKDN) tidak penting bagi sektor kereta api karena hanya memiliki satu produsen.
"BPKP diajak diundang ke Manggarai ke Tanah Abang crowded-nya seperti apa kalau pagi, mereka kan engga pernah naik kereta tidak pernah tau crowded-nya KRL seperti apa," pungkas Deddy.