HGBT Berlanjut, Pengusaha Harap Kawasan Industri Lebih Produktif

13 Juli 2024 12:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pipa gas. Foto: DifferR/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pipa gas. Foto: DifferR/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah akan melanjutkan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) di tahun depan. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) HGBT pun tengah disiapkan.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) Sanny Iskandar mengatakan, pihaknya mulai menyusun agenda kolaborasi dengan pemerintah untuk memastikan bahwa implementasi RPP berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu juga akan dilakukan advokasi kepada anggota dalam bentuk sosialisasi dan pendampingan teknis, serta monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan RPP tersebut.
HKI berharap sektor industri di Indonesia dapat tumbuh dan berkembang dengan pesat, serta memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional.
“Kami yakin bahwa kerja sama yang baik antara pemerintah dan pelaku industri akan mampu membawa Indonesia menuju era baru industrialisasi yang lebih maju dan berkelanjutan. HKI siap menjadi mitra strategis pemerintah dalam mewujudkan visi ini," kata Sanny seperti dilansir Antara, Sabtu (13/7).
ADVERTISEMENT
Menurut dia, rencana regulasi keberlanjutan HGBT mampu mendukung industri nasional melalui penyediaan energi yang andal dan terjangkau, sehingga bisa membuat kawasan industri mampu beroperasi dengan lebih efisien dan produktif.
Kawasan Industri Karawang. Foto: Dok. KIIC
Ia mengeklaim, akan ada tiga manfaat utama bagi perekonomian Indonesia dari pelaksanaan RPP tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri, yaitu kepastian pasokan energi, mendorong investasi masuk dan dukungan terhadap industri hijau.
Lebih lanjut, Sanny menyampaikan bahwa dalam pembahasan dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, diharapkan kawasan industri dapat membentuk konsorsium yang terdiri dari beberapa pengelola kawasan industri untuk mendatangkan atau melakukan importasi gas guna kebutuhan domestik.
"Dengan catatan, apabila dalam perhitungan biaya lebih ekonomis menggunakan gas dalam negeri, maka dipilih opsi yang lebih murah," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pembentukan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) gas bumi untuk kebutuhan domestik sudah disetujui oleh Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Senin (8/7).
Menperin menilai, RPP tersebut merupakan game changer dalam pengelolaan gas nasional yang dalam aturan tersebut nantinya menerapkan kewajiban pemenuhan pasar domestik (Domestic Market Obligation/DMO) sebesar 60 persen. Sehingga kebutuhan gas bumi untuk industri dan ketenagalistrikan bisa terpenuhi.
Kebijakan HGBT ini masih menuai pro dan kontra. Pasalnya, kebijakan ini membuat penerimaan negara terpangkas, sementara volume gas yang dialokasikan untuk penerima HGBT juga tidak terserap maksimal.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebutkan perkiraan penerimaan negara di hulu migas yang turun akibat kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) mencapai USD 1 miliar di tahun 2023.
ADVERTISEMENT
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi, mengatakan penerimaan negara dari hulu migas otomatis berkurang untuk mengisi selisih antara HGBT sebesar USD 6 per MMBTU dan harga pasar.
Hal ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) 121 Tahun 2020, penerimaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tidak boleh berkurang alias kept-whole untuk memasok gas murah kepada industri. Jika harga gas di hulu diturunkan, maka penerimaan negara yang harus dikurangi.
"Nilainya saat ini sedang kita coba evaluasi dan kalau saya mencatat mungkin jumlahnya di tahun 2023 ini bisa mencapai lebih dari USD 1 miliar, pada potensi penurunan penerimaan negara atau penyesuaian penerimaan negara," ungkapnya saat webinar Menelisik Kesiapan Pasokan Gas untuk Sektor Industri dan Pembangkit, Rabu (28/2).
ADVERTISEMENT