Ibu Kota Pindah ke Kaltim, Bagaimana Nasib Proyek Pengembangan MRT?

31 Agustus 2019 12:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirut MRT Jakarta, William Sabandar. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dirut MRT Jakarta, William Sabandar. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi memutuskan Ibu Kota Indonesia dipindah dari Jakarta ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kepastian tersebut juga sudah disampaikan Jokowi secara langsung di depan para anggota DPR dan DPD.
ADVERTISEMENT
Pindahnya ibu kota ternyata tidak berpengaruh bagi keberlangsungan proyek MRT di Jakarta. Direktur Utama Utama PT MRT Jakarta, William Sabandar menegaskan, MRT yang sejauh ini baru selesai di fase I Lebak Bulus-Bundaran HI akan tetap dikembangkan pembangunannya.
“Kota Jakarta itu dengan penduduk 11 juta tetap akan membutuhkan transportasi publik. Ibu kota kan tidak akan memindahkan Kota Jakarta, tidak akan memindahkan Jakarta sebagai pusat bisnis negara,” kata William dalam program The CEO kumparan di Kantor Pusat MRT Jakarta, Wisma Nusantara, Jakarta Pusat, Rabu (7/8).
William memastikan proyek yang dipimpinnya itu akan berjalan terus sesuai rencana. Ia memaparkan di Jakarta akan dibangun rute MRT sepanjang 230 km hingga tahun 2030.
“Jadi relevansi 230 km itu tidak akan tergantung apakah pindah atau tidak pindahnya ibu kota. Tetap sebagai kota metropolitan terbesar yang besar di dunia,” tegas William.
Desain ibu kota baru Indonesia. Foto: Dok. Kementerian PUPR
Sebagai kota metropolitan, William menganggap hadirnya MRT di Jakarta yang saat ini masih berstatus ibu kota, bisa membantu menyelesaikan berbagai permasalahan seperti macet dan polusi udara.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, ia tidak setuju apabila ada pembangunan jalan baru di Jakarta, termasuk adanya tol dalam kota. Ia menyarankan yang harus dibenahi pemerintah adalah sistem transportasinya.
Untuk itu, William akan memperbanyak park and ride yang terhubung dengan transportasi publik khususnya MRT. Sehingga masyarakat bisa menaruh kendaraannya dan melanjutkan perjalanan ke tengah kota menggunakan transportasi publik.
Suasana proyek stasiun MRT. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
“Jakarta tak membutuhkan (pembangunan) jalan. Jakarta membutuhkan jaringan transportasi. Jaringan transportasi publik yang harus dibangun untuk kota metro seperti Jakarta itu metro sistem MRT. Kota-kota yang 10 juta itu sudah harus pakai sistem,” ujar William.
Tak hanya ingin berhenti di Jakarta, tidak menutup kemungkinan pengembangan MRT akan diperluas sampai Jabodetabek sepanjang 460 km. Selain itu, ia membeberkan sudah banyak tawaran agar pihaknya ikut terlibat membangun MRT di luar Jabodetabek.
ADVERTISEMENT
“Ada beberapa (daerah yang minta bangun MRT). Yang paling kencang Tangerang sampai ke sana. Tentu Banten dan Jabar gitu ya. Denpasar, Bali, Surabaya gitu,” ungkap William.
Bahkan, William membuka kemungkinan menggarap MRT di calon ibu kota pengganti Jakarta. Sebab, calon kota metropolitan di Kalimantan harus mempunyai sistem transportasi publik yang mendukung. Sistem itu, kata William, MRT harus dibangun dari awal.
“Nah Jakarta terlambat melakukan itu. Kemudian ketika membangun sayangnya orientasi pembangunan kita itu selalu jalan yang dibangun jalan. Nah jalan itu membuat orang jadi individualistik karena yang ada transportasi pribadi, mobil,” tambahnya.
Membangun Transportasi Modern Lewat MRT. Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan