Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
IESR: Program Kompor Listrik Lebih Efektif Jadi Pengganti LPG daripada DME
17 Maret 2023 17:54 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai mundurnya perusahaan Amerika Serikat (AS), Air Products, dari proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di Indonesia adalah keputusan tepat.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, berkata hal ini tentu akan berpengaruh terhadap rencana substitusi LPG dengan 1,4 juta metrik ton DME per tahun hasil gasifikasi batu bara atau setara dengan 1 juta ton LPG.
Fabby pun menyarankan upaya mitigasi untuk mengatasi kegagalan proyek DME adalah dengan mendorong konversi kompor gas menjadi kompor listrik yang diikuti dengan peningkatan bauran energi terbarukan.
“Keputusan APC mundur dari proyek DME di Sumatera Selatan dan proyek etanol dengan PT Kaltim Prima Coal (KPC) di Kaltim merupakan alasan yang tepat," ujarnya melalui keterangan resmi, Jumat (17/3).
Menurut dia, proyek-proyek ini keekonomiannya tidak masuk seiring dengan kenaikan harga batu bara dan meningkatnya biaya investasi dengan memasukkan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) untuk menangkap karbon.
ADVERTISEMENT
"Mundurnya APC dari proyek ini justru bisa menyelamatkan keuangan negara di masa depan karena tidak harus mensubsidi produk DME yang biaya produksinya lebih mahal dari impor LPG,” lanjut Fabby.
Dia menjelaskan, pemerintah tetap harus mengupayakan menekan impor LPG yang telah mencapai 80 persen pasokan di Indonesia. Caranya adalah dengan mendorong pemanfaatan kompor listrik induksi.
"Tahun lalu rencana program ini dikritik masyarakat hingga akhirnya dibatalkan, karena persoalan komunikasi publik yang buruk. Tapi program kompor induksi harus kembali diwacanakan dan didukung implementasinya," tuturnya.
Fabby melanjutkan, penggunaan kompor listrik induksi akan memangkas impor LPG yang menjadi beban APBN. Berdasarkan data Kementerian ESDM, mayoritas LPG dikonsumsi sektor rumah tangga sebanyak 96 persen, sektor komersial 2,5 persen, dan industri 1,5 persen.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, Indonesia telah mengimpor LPG senilai Rp 80 triliun dari total kebutuhan Rp 100 triliun. Sementara subsidi LPG yang diberikan pemerintah mencapai Rp 70 triliun,
“Penghematan subsidi LPG dapat mencapai 1-2 juta per tahun per rumah tangga yang beralih ke kompor listrik, kisaran ini tergantung dari seberapa sering rumah tangga tersebut memasak tentunya," jelas Fabby.
Peneliti IESR, Faris Adnan, mengatakan jika dibandingkan dengan DME, emisi dari kompor listrik lebih rendah sebesar 34 persen pada tahun 2025 dan 46 persen pada tahun 2030, dengan asumsi produksi DME tidak dilengkapi teknologi CCS sehingga menghasilkan emisi yang tinggi.
Dia melanjutkan, apabila 1,4 juta metrik ton per tahun DME yang digunakan untuk memasak diganti dengan listrik, maka pada tahun 2025 diprediksi dapat menghemat emisi sebesar 2,92 juta ton CO2 dan 3,94 juta ton CO2 pada tahun 2030.
ADVERTISEMENT
"Selain itu, peralihan 1,4 juta metrik ton DME ke listrik ini dapat meningkatkan permintaan listrik sebesar 7,2 TWh per tahunnya," ungkap Faris.