IHSG dan Rupiah Diproyeksi Menguat Usai Prabowo Dilantik

20 Oktober 2024 18:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas kebersihan melintas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas kebersihan melintas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksi akan menguat pada perdagangan Senin (21/10). Salah satu pendorong sentimen penguatan IHSG esok hari adalah dilantiknya Presiden Prabowo, Minggu (20/10).
ADVERTISEMENT
Analis sekaligus Direktur Institute for Financial and Economic Studies (IFES) Hans Kwee, memproyeksikan pasar merespon positif pelantikan presiden. Meski demikian, pasar tetap menunggu pembentukkan kabinet secara final.
“Tetapi dari nama-nama yang dipanggil pasar merespon positif. IHSG berpeluang menguat dengan support di level 7,600 sampai level 7,521 dan resistance di level 7,800 sampai level 7,950,” kata Hans kepada kumparan, Minggu (20/10).
Terlebih, kata Hans, pelaku usaha merasakan kelegaan usai Presiden Prabowo Subianto menunjuk kembali Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan.
Sementara, dari eksternal, sentimen yang dapat mempengaruhi IHSG esok hari adalah data penjualan ritel dan klaim pengangguran AS lebih baik dari perkiraan.
Menurut dia, data ekonomi AS yang lebih baik ini mendorong probabilitas pemotongan 25 basis poin pada pertemuan awal November meningkat.
ADVERTISEMENT
“Peluang pemotongan 44 bps sampai akhir tahun punya arti mungkin November menjadi pemotongan terakhir di tahun ini,” imbuh Hans.
Selain itu, Hans memandang, hal ini juga didukung potensi kemenangan Calon Presiden AS Trump pada pemilu November. Sebab, kebijakan Trump lebih agresif mulai dari pemangkasan pajak, pelanggaran regulasi Keuangan dan bisnis hingga perang tarif, mendorong inflasi lebih tinggi dan berimbas pada naiknya Yield obligasi serta dolar yang kuat.
Kemudian, menurut Hans, kebijakan European Central Bank (ECB) memotong bunga positif bagi pasar keuangan, tetapi ekonomi Eropa di bayang-bayangi perlambatan ekonomi.
“Stimulus dari China menjadi amunisi bagi penguatan pasar keuangan khususnya pasar saham. Ekonomi China butuh stimulus lebih besar untuk keluar dari masalah yang mereka hadapi,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Imbasnya, dari sisi harga komoditas, harga minyak cenderung melemah dan adanya potensi perdamaian di konflik Timur Tengah. Hanya saja, keadaan berbalik setelah kematian Pemimpin Hamas, Yahya Sinwar.
“Kematian pemimpin Hamas, Yahya Sinwar membuat potensi perdamaian menurun dan mendorong minyak cenderung naik,” jelas Hans.
Analis Phintraco Sekuritas melihat IHSG cenderung akan konsolidatif pada perdagangan Senin (21/10). Secara teknikal, terdapat pelebaran positive slope pada indikator MACD sementara indikator Stochastic RSI berada di overbought area.
“Disisi lain, rilis data ekonomi domestik di pekan depan relative minim sehingga kami memperkirakan IHSG berpotensi konsolidasi di kisaran level 7,700-7,800 di Senin,” tulis analis Phintraco Sekuritas dalam risetnya, Jumat (18/10).
Berikut rekomendasi saham esok hari: RALS, BBYB, MYOR, ESSA, INKP, dan BUKA.
ADVERTISEMENT

Rupiah Menguat

Tidak hanya IHSG, rupiah juga diproyeksi akan terus berada di zona hijau pada perdagangan Senin (21/10).
Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro menuturkan hal ini terjadi sebab pasar merespon positif dilantiknya Prabowo Subianto sebagai Presiden Indonesia, termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang telah disusun.
Selain itu, posisi calon menteri di sektor keuangan yang telah dipastikan juga turut berkontribusi terhadap kinerja nilai tukar rupiah esok hari.
Sehingga menurut Andry, kalau ada tekanan kepada rupiah, maka dapat dipastikan lebih banyak disebabkan dari faktor global, misalnya sentimen data tenaga kerja Amerika Serikat (AS), inflasi AS dan stimulus China.
“Tekanan terhadap rupiah juga sejalan dengan nilai tukar negara berkembang lainnya. Jadi sekali lagi volatilitas nilai tukar yang terjadi sekarang lebih banyak dipengaruhi faktor eksternal dibandingkan internal,” terang Andry kepada kumparan, Minggu (20/10).
ADVERTISEMENT