Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
IHSG Merosot Sejak Awal 2025, Investasi Saham Masih Menarik?
16 Februari 2025 11:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, Gusti mengaku mengalami penurunan portofolio hingga 11 persen secara year to date (ytd). Ia menyadari penurunan investasinya itu tidak terlepas dari dampak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terguncang sejak awal 2025.
“Ya emiten perbankan yang ditabung dari awal tahun lalu merah semua malah semakin dalem, tapi enggak apa-apa karena investasi jangka panjang, nanti juga naik lagi. Saham sektor energi juga enggak tahu kenapa ikut turun,” jelas Gusti kepada kumparan, pada Minggu (16/2).
Kinerja IHSG sejak awal 2025 memang lesu. Pada 2 Januari 2025 yang merupakan hari pertama perdagangan bursa tahun ini, IHSG berada di level 7.163,20 pada penutupan. Sementara, per Jumat (14/2), IHSG merosot di level 6.638,46. IHSG telah anjlok 524,74 poin atau 7,33 persen dari sejak awal 2025 sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Selain Gusti, Zaqi yang merupakan seorang wiraswasta juga mengalami minus mencapai 10 persen secara ytd pada portofolionya. Ia mengaku selama ini fokus mengoleksi saham emiten yang rutin membagikan dividen.
“Tapi memang saya sudah siap dengan hal tersebut. Makanya saya biasanya akan fokus ke saham yang membagikan dividen. Contohnya UNTR, saya masih cicil-cicil beli. Kalau dikasih turun terus maka saya akan tambah muatan di UNTR,” ungkap Zaqi.
Meski kinerja IHSG sepanjang awal 2025 kurang baik, Zaqi belum berencana mengganti instrumen investasi.
“Kebetulan saya juga wiraswasta jadi kadang tidak sempat memantau market. Menaruh uang di saham sudah membuat saya nyaman karena memang saya pahamnya di situ. Saya akan menaruh uang saya di tempat yang saya paham,” jelas Zaki.
ADVERTISEMENT
Cerita yang sama juga datang dari Adit yang merupakan pekerja di sektor perbankan asal Jakarta. Sosok yang saat ini sedang menempuh pendidikan magister itu mengaku sudah berkecimpung dalam investasi saham sejak menempuh pendidikan sarjana.
Perihal kinerja IHSG sepanjang 2025 yang kurang baik, Adit mengaku portofolionya mengalami penurunan terbesar sepanjang pengalamannya.
“Pada posisi Februari 2025 saat ini penurunan terbesar pada portofolio saya yakni saham blue chip hingga minus 20 persen,” ungkap Adit.
IHSG Diproyeksi Bakal Terus Tertekan Sepanjang Tahun
Investment Analyst dari Stockbit, Hendriko Gani, melihat hal ini masih dipengaruhi dari faktor makro, di mana ekspektasi pemangkasan suku bunga Federal Reserve (The Fed) di Amerika Serikat (AS) jadi sentimen negatif buat pasar saham global.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dari domestik terdapat likuiditas yang ketat dari industri perbankan, serta kejatuhan Barito Group usai pengumuman non inclusion ke MSCI pada Februari akibat non investable. Terkait proyeksi sepanjang 2025, ia menilai IHSG akan terus tertekan.
“Saya rasa IHSG masih berpotensi terus sideways atau tertekan dari level ini jika dolar AS dan ekonomi AS masih terus kuat yang berujung pemangkasan suku bunga yang lebih sedikit dari perkiraan seperti saat ini, atau katalis positif dari domestik,” jelas Hendriko.
Menurutnya, selama sentimen tersebut tidak berubah di tahun 2025 maka IHSG akan terus tertekan.
Senada, Analis Saham dari Panin Sekuritas, Felix Darmawan, menjelaskan kebijakan Trump sejak kembali memimpin AS menjadi sentimen usaha yang berpengaruh ke pasar saham global.
ADVERTISEMENT
“Salah satunya adalah kebijakan perdagangan Amerika Serikat yang makin ketat terhadap China dan negara lain, bikin pasar global jadi lebih waspada. Selain itu, beberapa emiten besar, terutama di sektor perbankan, juga mencatat kinerja yang kurang oke,” ujar Felix.
Selain itu, Felix juga melihat ekonomi global yang tidak pasti sampai isu geopolitik yang tidak stabil akan turut berpengaruh pada kinerja IHSG sepanjang tahun ini.
Bisa Jadi Ajang Top Up Portofolio
Sementara itu, Perencana keuangan Andy Nugroho justru melihat situasi melemahnya IHSG dapat menjadi ajang untuk menambah atau top up jumlah portofolio investor saham.
“Selain bisa mendapatkan potensi keuntungan dari kenaikan harga nantinya, juga bisa mendapatkan cuan berupa dividen,” ungkap Andy.
Andy melihat investasi di pasar saham masih cukup cerah karena tidak semua emiten mengalami penurunan atau masih banyak emiten berkinerja bagus. Meski begitu, ia mengimbau para investor tetap berhati-hati dan selektif untuk memilih emiten dalam investasi saham.
ADVERTISEMENT
Jika investor merasa kurang nyaman dengan saham, Andy menyarankan beberapa instrumen alternatif lainnya yakni Surat Utang Negara seperti Obligasi Negara Ritel (ORI).
“Selain itu bisa juga memilih reksadana yang berbasis pendapatan tetap maupun berbasis pasar uang. Alasannya karena resikonya tidak setinggi pasar saham, namun potensi imbal hasilnya masih lebih tinggi dibandingkan deposito,” jelas Andy.
Senada, perencana keuangan Mike Rini mengungkapkan ada beberapa instrumen investasi yang dapat menjadi alternatif, seperti obligasi pemerintah karena imbal hasil yang stabil, reksadana pasar uang yang dinilai minim fluktuasi sampai emas yang dinilai lebih aman.
Selain itu, reksadana campuran juga dapat dipertimbangkan dengan memilih sektor industri yang memperlihatkan tren pertumbuhan jangka panjang. Untuk saham, ia menilai instrumen tersebut cocok untuk investor dengan toleransi risiko tinggi.
ADVERTISEMENT
“Saham juga cocok untuk investor dengan strategi memilih saham berdasarkan fundamental perusahaan yg fokusnya pada kinerja bisnisnya , bukan ikut-ikutan tren,” tutur Mike Rini.