Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
IHSG Rontok karena Trump, Pemerintah Diminta Percepat Negosiasi Dagang
8 April 2025 11:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) rontok pada pembukaan perdagangan perdana usai libur panjang Lebaran, hingga harus disetop sementara alias trading halt.
ADVERTISEMENT
Salah satu sentimennya adalah situasi perang dagang yang disebabkan tarif impor resiprokal Presiden AS Donald Trump.
Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, mengatakan pelemahan terdalam dicatatkan sektor teknologi sebanyak 10,38 persen, diikuti oleh sektor bahan baku yang melemah 10,07 persen, dan sektor konsumer non primer yang melemah 7,63 persen.
Kemudian, penurunan terdalam IHSG berdasarkan emitennya dicatatkan oleh Bank Rakyat Indonesia (BBRI) sebesar 14,57 persen ke level 3.460, Bank Central Asia (BBCA) sebesar 12,94 persen ke level 7.400, Bank Mandiri (BMRI) sebesar 13,46 persen ke level 4.500, Telkom Indonesia (TLKM) sebesar 14,94 persen ke level 2.050, dan DCI Indonesia (DCII) sebesar 14,99 persen ke level 142.775.
Andry menjelaskan, pasar saham global kini memang tertekan oleh pengumuman penerapan tarif impor resiprokal AS. Trump menetapkan tarif dasar sebesar 10 persen untuk semua impor dan tarif yang lebih tinggi untuk negara-negara tertentu seperti China (34 persen), Vietnam (46 persen), dan Uni Eropa (20 persen), yang memicu kekhawatiran akan terjadinya perang dagang global baru.
ADVERTISEMENT
"Kebijakan ini menyebabkan penurunan tajam di pasar ekuitas global dan meningkatkan kekhawatiran atas tekanan inflasi, sehingga mendorong kenaikan imbal hasil obligasi," kata Andry dalam analisisnya, Selasa (8/4).
Sebagai tanggapan, kata Andry, beberapa negara yang terkena dampak mengumumkan tindakan balasan. China mengenakan tarif sebesar 34 persen untuk semua impor AS yang berlaku mulai 10 April. Sebaliknya, Vietnam menawarkan untuk menghapus semua tarif impor AS.
Kemudian, Trump mengancam akan mengenakan tarif tambahan sebesar 50 persen pada impor dari China, jika pemerintah China tidak mencabut tarif pembalasannya paling lambat tanggal 8 April. Menurut Andry, langkah ini telah meningkatkan volatilitas pasar dan menimbulkan kekhawatiran akan konflik perdagangan yang berkepanjangan.
Andry menilai, kebijakan tarif Trump memperburuk ketidakpastian global.Tindakan ini berisiko memperlambat pertumbuhan global melalui penurunan volume perdagangan internasional dan peningkatan tekanan biaya di berbagai sektor.
ADVERTISEMENT
"Sentimen pasar kemungkinan tetap rentan dalam jangka pendek, seiring respons balasan dari negara-negara mitra dagang utama meningkatkan risiko konflik berkepanjangan," jelasnya.
Andry melanjutkan, peningkatan tarif berpotensi mendorong risiko stagflasi di AS, sebab inflasi dapat meningkat akibat kenaikan harga impor sementara pertumbuhan ekonomi tertahan. Kondisi ini, menurutnya, dapat mempengaruhi prospek penurunan suku bunga The Fed, terutama jika tekanan inflasi bertahan lebih tinggi dari ekspektasi.
Lebih lanjut, dia menyebutkan Indonesia termasuk salah satu negara yang terdampak dengan pengenaan tarif sebesar 32 persen atas ekspor ke AS. Peningkatan tarif ini berisiko menekan kinerja ekspor nasional, terutama untuk produk-produk manufaktur (tekstil, alas kaki, dan elektronik) yang memiliki eksposur tinggi ke pasar AS.
"Tekanan terhadap ekspor dapat memperburuk defisit transaksi berjalan dan menambah tekanan terhadap stabilitas nilai tukar Rupiah," kata Andry.
ADVERTISEMENT
Dalam kondisi ini, Andry menilai strategi dan langkah pemerintah Indonesia untuk melakukan negosiasi dagang menjadi sangat krusial. Dia berharap kesepakatan melalui jalur diplomasi atau negosiasi bisa segera tercipta.
"Upaya untuk memperoleh pengecualian tarif atau membangun kesepakatan dagang bilateral yang lebih menguntungkan akan menjadi kunci dalam menjaga daya saing ekspor nasional," ujar Andry.
Selain itu, lanjut dia, diversifikasi pasar ekspor dan percepatan perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan negara lain dapat menjadi langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar AS.
Secara keseluruhan, Andry juga memprediksi ketidakpastian global dan meningkatnya risiko tersebut diperkirakan mendorong volatilitas di pasar keuangan domestik.
Saat ini, imbal hasil obligasi Rupiah Pemerintah Indonesia tenor 10 tahun naik 18,60 bps ke level 7,19 persen, dan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun turun 2,10 bps ke level 4,16 persen.
ADVERTISEMENT
"Kami memperkirakan Rupiah bergerak di kisaran 16,610–16,840 per USD, sementara yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun berada di kisaran 7,1–7,3 persen dalam jangka pendek," kata Andry.