Imbas COVID-19, Kredit Bermasalah BNI Diprediksi Naik hingga 4,5 Persen

28 Agustus 2020 16:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi BNI. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi BNI. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
PT Bank Negara Indonesia Tbk (Persero) atau BBNI memproyeksikan angka kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perusahaan hingga akhir tahun naik hingga 4,5 persen. Naiknya perkiraan NPL ini karena banyak debitur yang kesulitan membayar kredit.
ADVERTISEMENT
Vice President Investor Relation BNI Roekma Hariadji mengatakan di masa normal, rata-rata NPL BNI biasanya di kisaran 2,3 persen hingga 2,4 persen. Hingga Juli 2020, NPL perusahaan sudah tembus 3,1 persen.
"Sampai akhir tahun, manajemen memproyeksi 4,5 persen itu angka batasan potensi NPL yang kami bukukan," kata dia dalam konferensi pers yang diadakan Bursa Efek Indonesia secara virtual, Jumat (28/8).
Roekma menjelaskan, naiknya kemungkinan NPL BNI hingga akhir tahun karena di masa pandemi ini banyak debitur yang sulit membayar kreditnya. BNI pun sudah banyak melakukan restrukturisasi kredit nasabah sesuai dengan arahan pemerintah.
Ilustrasi konter bank BNI. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Tapi diakuinya, banyak juga kredit yang bermasalah sebelum adanya COVID-19. Sehingga perusahaan pun harus mengantisipasi kemungkinan NPL naik hingga 4,5 persen di akhir tahun ini.
ADVERTISEMENT
"NPL yang kami proyeksi terjadi di 2020 merupakan kontribusi dari rekening yang sebelum COVID-19 dalam kondisi stres," terang dia.
Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) perusahaan tumbuh 11,3 persen pada semester I 2020 mencapai Rp 662,38 triliun secara tahunan (year on year/yoy) dari Rp 595,07 triliun pada paruh pertama 2019.
Pertumbuhan DPK tersebut lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan DPK di industri per Juni 2020 yang tumbuh 7,95 persen yoy. Hal ini menunjukkan bahwa BNI masih memiliki kelonggaran likuiditas, yang terkonfirmasi dari rasio kredit terhadap DPK (loan to deposito ratio/LDR) yang berada di level 87,8 persen.
Demikian juga dengan rasio kecukupan likuiditas (liquidity coverage ratio/LCR) sebesar 189 persen, atau terus membaik dari posisi akhir tahun 2019 yang sebesar 182 persen.
ADVERTISEMENT
Limpahan likuiditas tersebut memungkinkan BNI untuk terus melakukan ekspansi kredit. Pada saat perekonomian terkontraksi 5,23 persen yoy sepanjang semester pertama 2020 karena dampak pandemi COVID-19, BNI tetap menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik, dengan pertumbuhan yang selektif dan terukur.
Membaiknya likuiditas ini membuat perusahaan belum berencana melakukan penerbitan saham ataupun obligasi. Ditambah lagi, BNI mendapatkan penempatan dana pemerintah Rp 4,5 triliun untuk disalurkan ke masyarakat.
"Kalau kita lihat dari DPK yang ditunjukkan pertumbuhannya terutama KASA sangat bagus atau DPK tumbuh dua digit, ini konsisten di kuartal I dan kuartal II. Jadi kami belum rencanakan obligasi atau penerbitan saham," ujar Roekma.