Imbas Permendag, USD 27 M Investasi Industri Petrokimia Terancam Hilang

8 Juli 2024 19:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak perusahaan Pertamina sektor bisnis pengolahan minyak dan petrokimia, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).  Foto: Dok. Kilang Pertamina Internasional
zoom-in-whitePerbesar
Anak perusahaan Pertamina sektor bisnis pengolahan minyak dan petrokimia, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI). Foto: Dok. Kilang Pertamina Internasional
ADVERTISEMENT
Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT), Reny Yanita, mengatakan bongkar pasang regulasi Peraturan Menteri Perdagangan nomor 8 tahun 2024 membuat ketidakpastian iklim investasi industri petrokimia. Imbasnya target investasi USD 31,4 miliar di tahun 2030 tidak tercapai.
ADVERTISEMENT
"Terkait perubahan ini dampaknya adalah menurunnya minat investasi karena terlalu cepatnya perubahan regulasi ini. Termasuk ada beberapa perusahanan yang sudah merencanakan mungkin dia melihat kembali apakah akan lanjut atau tidak," kata Reny dalam diskusi media di kantornya, Senin (8/7).
Sebanyak USD 31,4 miliar tersebut terdiri dari enam proyek. Pertama adalah PT Chandra Asri Perkasa dengan total investasi USD 5 miliar dengan target beroperasi 2029. Kemudian ada PT Lotte Chemical Indonesia dengan nilai investasi USD 4 miliar dan target operasi 2025. Ketiga adalah PT Sulfindo Adiusaha dengan nilai investasi USD 193 juta, belum ditetapkan target operasinya.
Kemudian keempat ada Pertamina–Polytama Propindo 2 dengan investasi USD 332 juta dan target beroperasi 2027. Kelima ada Proyek Olefin TPPI Tuban dengan investasi USD 3,9 miliar dan target beroperasi 2028. Terakhir adalah PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP) (Proyek GRR Tuban) dengan target investasi kisaran USD 16,5-18 miliar, dan target beroperasi 2030.
ADVERTISEMENT
Dari keenam proyek tersebut, Reny memastikan hanya proyek milik Lotte dan Pertamina-Polytama Propindo 2 saja yang sudah pasti merealisasikan investasinya. Nilai investasi Lotte tetap sesuai rencana di USD 4 miliar, dan untuk Pertamina-Polytama Propindo 2 naik jadi USD 500 juta.
Dengan kepastian dua proyek tersebut, ada USD 27 miliar rencana investasi di sektor industri petrokimia yang berpotensi hilang.
"Yang sangat besar Chandra Asri. Ada beberapa produk yg dihasilkan dengan nilai investasi hampir Rp 63,1 triliun. Ini memang target baru 2029 (beroperasi). Jadi melihat kebijakan (Permendag)yang saat ini mungkuin investor akan melihat kembali. Tapi yang dari target USD 31,4 miliar tahun 2030 akan banyak terkoreksi," kata Reny.

Kendala Infrastruktur

Ketua Asosiasi Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar Budiono, mengatakan selain regulasi yang plin-plan, faktor infrastruktur juga menjadi kendala seretnya realisasi investasi industri petrokimia di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Fajar menjelaskan industri petrokimia biasanya dibangun di pinggir laut dengan kedalaman pantai lebih dari 10 meter. Hal ini karena pengambilan bahan baku dilakukan di laut dalam menggunakan kapal.
"Kalau pantai-pantai di Jawa yang dalamnya 10 meter sedikit. Hanya di Cirebon, Tuban, dan Gresik. Yang lain dangkal semua. Priok sudah jadi pelabuhan sehingga tanahnya mahal," kata Fajar.
Selain kedalaman laut, infrastruktur jalan juga seringkali jadi kendala. Fajar mencontohkan, saat ini di kawasan di Cilegon sudah terlalu ramai dan penuh sehingga butuh pembangunan jalan baru dan kawasn industri baru.
"Jadi kalau enggak cepat-cepat investasi tidak akan ada di sana padahal secara infrastruktur pelabuhan adanya di sana," kata Fajar.
Faktor terakhir adalah masalah distribusi logistik. Inaplas berharap proyek double-double track Jawa segera dirampungkan.
ADVERTISEMENT
"Kalau mengandalkan jalan darat agak susah. Kita mohon KAI double-double track Jawa digarap. Ongkos nanti bisa lebih murah," tegasnya.