Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Penyebaran virus corona tak hanya berdampak pada sektor kesehatan di Tanah Air, tapi juga merembet pada keuangan dan sektor riil. Lembaga dunia seperti Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut kondisi saat ini telah memasuki krisis ekonomi.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, IMF bahkan menyebut krisis ekonomi saat ini lebih parah dibandingkan saat krisis 2008.
Untuk lebih jelasnya, berikut kumparan rangkum pernyataan dari IMF hingga pemerintah mengenai dampak COVID-19 terhadap ekonomi domestik:
IMF
Lembaga pembiayaan internasional ini memproyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini akan negatif sebagai dampak dari pandemi virus corona. Sebelumnya, IMF memproyeksi ekonomi global mampu tumbuh 3,3 persen di 2020.
Dengan situasi saat ini, IMF menyebut ada 81 negara berkembang dan berpenghasilan rendah yang telah meminta bantuan dana darurat.
IMF juga mencatat, sejak awal tahun hingga saat ini total capital outflow di seluruh negara berkembang mencapai USD 83 miliar. Ini merupakan jumlah tertinggi sepanjang masa.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, IMF menyatakan kesiapannya untuk mengguyur pinjaman sebesar USD 1 triliun ke negara anggota, khususnya negara berkembang, berpenghasilan rendah, dan menengah.
"Kami siap untuk mengerahkan semua kapasitas pinjaman USD 1 triliun kami," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam keterangan resmi, Selasa (24/3).
Bank Dunia
Bank Dunia menyatakan seluruh negara harus bersiap dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah di tahun ini. Begitu juga di kawasan Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesia.
Dalam laporan ekonomi regional di kawasan Asia Timur dan Pasifik edisi April 2020, Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi di negara tersebut akan melambat menjadi 2,1 persen di tahun ini dan dalam skenario terburuknya bisa menjadi negatif 0,5 persen.
ADVERTISEMENT
Guncangan virus corona juga akan berdampak serius pada pengentasan kemiskinan di seluruh kawasan Asia Timur dan Pasifik. Bahkan Bank Dunia memprediksi jumlah penduduk miskin di kawasan ini akan bertambah 11 juta orang dalam skenario terburuk.
“Jika situasi ekonomi memburuk, dan skenario lebih rendah yang terjadi, maka jumlah penduduk miskin bertambah sekitar 11 juta orang,” tulisnya.
Pada skenario dasar atau baseline, penyebaran virus corona hanya akan menahan 24 juta orang untuk keluar dari zona kemiskinan, dengan menggunakan garis asumsi pendapatan USD 5,50 per hari.
Sementara dalam skenario sebelumnya atau sebelum terjadi pandemi virus corona, Bank Dunia memperkirakan 35 juta orang bisa keluar dari zona kemiskinan di tahun ini. Termasuk lebih dari 25 juta orang yang akan keluar dari zona kemiskinan di China.
ADVERTISEMENT
ADB
Bank Pembangunan Asia (ADB) memproyeksikan perekonomian Indonesia hanya tumbuh 2,5 persen di tahun ini, jauh lebih rendah dari realisasi tahun lalu yang sebesar 5,0 persen.
Pandemi virus corona dinilai membuat tekanan pada perekonomian domestik. Permintaan dalam dan luar negeri pun semakin melemah.
"Meski Indonesia memiliki landasan makroekonomi yang kuat, wabah COVID-19 yang tengah berlangsung telah mengubah arah perekonomian negara ini, dengan memburuknya kondisi lingkungan eksternal dan melemahnya permintaan dalam negeri," kata Direktur ADB untuk Indonesia Winfried Wicklein dalam laporannya.
Core Indonesia
Center of Reform on Economics (CORE Indonesia) menyatakan penyebaran COVID-19 di Tanah Air juga akan memukul sejumlah komponen pengeluaran pada pertumbuhan ekonomi. Bahkan ekonomi domestik diperkirakan bisa minus 2 persen di tahun ini, lebih rendah dibandingkan skenario terburuk pemerintah sebesar 0 persen.
ADVERTISEMENT
“Core Indonesia memastikan prospek ekonomi tahun ini jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Core Indonesia memprediksi ekonomi Indonesia secara kumulatif di kisaran -2 hingga 2 persen," kata Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal.
Chatib Basri
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, tidak ada yang bisa memprediksi kapan gejolak ekonomi akibat pandemi virus corona ini bakal berakhir.
“Sayangnya berapa lama (akan berakhir), kita enggak tahu sampai kapan. Saat ini saja negara maju seperti Amerika Serikat itu belum bisa menemukan vaksin,” papar Chatib Basri dalam perbincangan Live kumparan, Rabu (1/4)
Menurut Chatib, yang bisa dilakukan sejauh ini adalah mengukur dampaknya ke Indonesia, yakni melalui stress test yaitu perhitungan berdasarkan prakiraan kondisi terburuk yang mungkin terjadi, jika pandemi ini terus berlanjut dalam jangka waktu yang tidak pasti. Sehingga, lanjut Chatib Basri, pemerintah bisa menyiapkan langkah antisipasi yang lebih tepat dan cepat.
ADVERTISEMENT
Dengan stress test, katanya, pemerintah bisa memetakan seandainya dampak buruk corona berlanjut dalam tiga bulan, stimulus atau langkah apa yang akan diambil.
“Kalau tiga bulan gimana dampak ekonominya, enam bulan gimana dampak ekonominya. Satu tahun berapa dampaknya? Jadi harus menghitung,” lanjut Chatib.
Sri Mulyani
Pemerintah mengumumkan skenario terburuk pada perekonomian domestik akibat penyebaran virus corona. Salah satunya pertumbuhan ekonomi yang tumbuh negatif 0,4 persen di tahun ini.
Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan skenario terburuk sebelumnya hingga 0 persen.
Sementara untuk skenario berat, ekonomi domestik diperkirakan hanya tumbuh 2,3 persen di tahun ini, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 2,5 persen.
Proyeksi-proyeksi tersebut bahkan jauh di bawah target dalam APBN 2020 yang sebesar 5 persen.
ADVERTISEMENT
"Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi akan turun ke 2,3 persen, bahkan skenario lebih buruk minus 0,4 persen," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani saat video conference.
Selain itu, dari sisi nilai tukar rupiah diprediksi mencapai Rp 20.000 per dolar AS dalam skenario sangat berat. Sementara skenario berat kurs bisa mencapai Rp 17.500 per dolar AS di tahun ini.
Proyeksi tersebut juga lebih tinggi dari target dalam APBN 2020 yang hanya Rp 14.400 per dolar AS.
Inflasi pun diproyeksi meningkat hingga 5,1 persen di tahun ini untuk skenario sangat berat dan 3,9 persen untuk skenario berat. Angka ini juga jauh di atas target sebesar 3,1 persen dalam APBN 2020.
Meski demikian, pemerintah memastikan akan terus berupaya untuk memperkecil penyebaran virus corona di Tanah Air. Terbaru, Jokowi mengumumkan total anggaran tersebut sebesar Rp 405,1 triliun.
ADVERTISEMENT
Secara rinci, sebesar Rp 75 triliun akan dimanfaatkan untuk bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk jaring pengaman sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan, serta anggaran untuk stimulus Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 150 triliun.
"Total tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan COVID-19 adalah sebesar Rp 405,1 triliun," tambahnya.
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!