IMF Ingatkan Negara Berkembang, Ancaman Tarif Trump Bikin Biaya Pendanaan Tinggi

13 Januari 2025 11:16 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva dalam High Level Seminar G20 di Nusa Dua, Bali. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva dalam High Level Seminar G20 di Nusa Dua, Bali. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
Ketidakpastian mengenai kebijakan perdagangan pemerintahan baru Amerika Serikat menciptakan hambatan tambahan bagi ekonomi global. Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva, menjelaskan ketidakpastian ini tercermin melalui kenaikan suku bunga jangka panjang secara global, meskipun suku bunga jangka pendek justru menurun. Georgieva menyebut kombinasi tersebut sebagai fenomena yang sangat tidak biasa.
ADVERTISEMENT
“Itu terjadi bahkan ketika suku bunga jangka pendek telah turun, kombinasi yang sangat tidak biasa,” kata Georgieva kepada wartawan, dikutip dari Bloomberg, Senin (13/1).
Ancaman tarif impor yang digaungkan oleh Donald Trump, yang akan menjabat kembali pada 20 Januari, menambah tekanan pada biaya pinjaman jangka panjang di seluruh dunia. Trump telah berjanji untuk menerapkan tarif baru pada impor dari negara-negara seperti China, Kanada, dan Meksiko, yang memunculkan kekhawatiran tentang gangguan rantai pasokan global.
IMF memperingatkan, ketidakpastian ini dapat mengurangi output ekonomi global hingga 0,5 persen, sebagaimana disampaikan Kepala Ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, pada Oktober lalu.
Dalam beberapa minggu terakhir, pasar keuangan global menunjukkan lonjakan imbal hasil obligasi dan penguatan dolar AS. Kondisi ini dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap dampak kebijakan perdagangan pemerintahan Trump pada masa jabatan keduanya.
ADVERTISEMENT
Georgieva menyoroti kebijakan perdagangan AS akan memberikan dampak paling besar pada negara-negara yang terintegrasi dalam rantai pasokan global, terutama di kawasan Asia dan ekonomi menengah.
Kekuatan dolar AS juga mempersulit ekonomi pasar berkembang dan negara-negara berpendapatan rendah. "Kekuatan dolar AS dapat memicu biaya pendanaan yang lebih tinggi bagi ekonomi pasar berkembang dan terutama bagi negara-negara berpendapatan rendah," kata Georgieva.
Angka-angka ekonomi AS yang solid, seperti laporan pekerjaan yang kuat, memungkinkan Federal Reserve untuk menunda pemangkasan lebih lanjut pada suku bunga acuan. Namun, IMF tetap memperingatkan bahwa prospek pertumbuhan ekonomi global tidak berubah signifikan.
Dalam laporan terakhir IMF pada Oktober, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan hanya mencapai 3,2 persen pada 2025. Georgieva menegaskan bahwa pertumbuhan global tetap stabil, meskipun terdapat perbedaan signifikan antara wilayah. Amerika Serikat tampil lebih baik dari perkiraan, sementara Uni Eropa, India, dan China menghadapi perlambatan akibat tekanan ekonomi domestik dan global.
ADVERTISEMENT