IMF Ingatkan Prabowo Agar Hati-hati soal Rencana Bentuk Badan Penerimaan Negara

12 Agustus 2024 15:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden terpilih, Prabowo Subianto di IKN, Kalimantan Timur. Foto: Dok. Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden terpilih, Prabowo Subianto di IKN, Kalimantan Timur. Foto: Dok. Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
International Monetary Fund (Dana Moneter Internasional) atau IMF, menyoroti rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) di Indonesia. Menurut lembaga tersebut, pembentukan BPN harus dilakukan secara hati-hati karena memerlukan anggaran yang besar.
ADVERTISEMENT
Prabowo dan Gibran berencana membentuk BPN untuk menyatukan penerimaan pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak melalui satu institusi.
"Rencana untuk membentuk BPN harus dirancang dengan hati-hati, karena restrukturisasi tersebut terbukti mahal," tulis IMF dalam laporan 2024 Article IV Consultation dikutip Senin (12/8).
Selain itu, IMF juga menyoroti rasio pajak Indonesia terhadap PDB (tax ratio). IMF menyebut rasio pajak RI sangat rendah bahkan tertinggal dari negara berkembang lainnya.
Adapun rasio pajak RI pada 2019 tercatat sebesar 9,77 persen dari PDB. Angka ini kemudian turun drastis ke 8,32 persen imbas pandemi COVID-19.
Setelah itu, bangkit kembali ke 9,12 persen pada 2021 dan melesat 10,39 persen di 2022. Namun, rasio pajak kembali merosot ke 10,21 persen di 2023.
Ilustrasi IMF. Foto: Getty Images
IMF meminta pemerintah meninjau kembali pengeluaran pajak sebesar 1,7 persen dari PDB, serta memastikan bahwa fiskal dan insentif tetap terbatas. Hal ini sangat penting untuk mencegah berkurangnya basis pajak dan menjamin peningkatan pendapatan pajak dalam jangka menengah.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, IMF menilai target pemerintah Prabowo untuk meningkatkan pendapatan hingga 23 persen dari PDB merupakan hal yang ambisius.
Sementara itu, World Bank Lead Economist for Indonesia and Timor-Leste, Habib Rab, menilai efektifnya pengumpulan pendapatan pajak di pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto tergantung dari institusinya.
“Yang kami lihat adalah, ada masalah tertentu terkait pengumpulan pendapatan. Apakah masalah ditangani Ditjen Pajak yang ada atau melalui institusi baru,” ujar Habib saat konferensi pers World Bank di Energy Building SCBD, beberapa waktu lalu.
Habib mencermati lembaga baru perlu memerlukan waktu untuk menyelesaikan masalah-masalah pajak yang ada. Meski demikian, World Bank belum mengamati secara rinci dampak pembentukan lembaga baru tersebut.