Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyebut tengah mengkaji penghapusan bea masuk impor bahan baku tekstil dari India. Hal ini dia sampaikan saat ditemui di sela-sela gelaran Trade Expo Indonesia (TEI) 2019.
ADVERTISEMENT
Keputusan ini diambil justru di saat pemerintah baru saja menertibkan importasi bahan baku tekstil beberapa waktu lalu. Lantas, apakah pemerintah tak konsisten dengan kebijakannya sendiri?
Saat diminta tanggapan, Enggar mengungkap sejumlah alasan. Menurutnya, selama ini neraca dagang Indonesia atas India selalu surplus.
Ia menambahkan, sejumlah permintaan dari Indonesia selalu dipenuhi. Misalnya penyamarataan bea masuk untuk produk olahan kelapa sawit yang telah disuling (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil/ RBDPO) antara Indonesia dan Malaysia.
Sebagai balasan, kata Enggar, bea masuk bahan baku tekstil asal India dan China yang masuk ke Indonesia juga harus disamakan. Selama ini bahan baku tekstil dari China tak kena bea masuk, sementara dari India dikenai 5 persen.
ADVERTISEMENT
“Ya kan mereka sudah samakan RBDPO-nya, terus juga katanya bakal tingkatkan impor CPO kita. Defisit mereka nanti makin dalam, makanya kita mau buat supaya jangan jarak neraca dagang itu terlalu besar. Kemudian apa nih dilihat, bahan baku tekstil mereka,” katanya saat ditemui di ICE BSD, Tangerang, Kamis (17/10).
Enggar menjamin bahwa bahan baku tekstil yang akan dibebaskan tarif impornya adalah yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Hal ini berarti hanya sejumlah produk dengan kode HS tertentu.
Hanya saja, Enggar belum mau merinci kode HS tersebut. Dia mengklaim telah melakukan diskusi mengenai hal ini dengan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API).
“Ada detailnya, saya tidak hafal mana-mana saja. Itu kami diskusikan dengan API, yang pasti yang kita tidak mampu penuhi kebutuhannya,” tutupnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya diberitakan, Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI) angkat bicara mengenai perkembangan tekstil saat ini. Ketua Umum IKATSI Suharno Rusdi mengakui angka pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional di kuartal 2 mencapai 20,71 persen.
Namun, Rusdi mengatakan angka tersebut tidak bisa dijadikan sebagai patokan. Sebab, ia mengungkapkan angka 20,71 persen lebih dipengaruhi oleh kenaikan nilai ekspor garmen.
“Sedangkan kondisi yang terjadi di sektor produksi serat, benang dan kain justru memperlihatkan kondisi sebaliknya. Jadi pernyataan beberapa pihak bahwa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional dalam kondisi yang baik-baik saja 100 persen tidak valid,” kata Rusdi di Menara Kadin, Jakarta, Senin (9/9).
Untuk mengatasi permasalahan di industri TPT, Rusdi meminta pemerintah untuk segera menghentikan impor sementara hingga ada perbaikan aturan impor melalui revisi Permendag 64 tahun 2017 tentang ketentuan impor tekstil dan produk tekstil .
ADVERTISEMENT