Importir Mainan Anak Menderita dengan Aturan SNI Terbaru

22 Mei 2021 11:58 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang anak sedang memilah mainan di Pasar Gembrong, Jakarta Timur. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seorang anak sedang memilah mainan di Pasar Gembrong, Jakarta Timur. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah terus berupaya untuk mengurangi ketergantungan impor dari industri mainan anak. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menerbitkan aturan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian pada Februari 2021.
ADVERTISEMENT
Namun, aturan baru ini dinilai menimbulkan persoalan yang lebih besar bagi dunia industri di tengah pandemi COVID-19. Ketua Umum Asosiasi Industri Mainan, Sutjiadi Lukas mengatakan, peraturan turunan dari UU Cipta Kerja ini mengancam dunia usaha di industri mainan anak-anak.
“Menyangkut PP 28 itu kebijakan yang kurang bagus itu sama aja mematikan para pengusaha,” katanya kepada kumparan, Sabtu (22/5).
Mainan lego untuk anak di Tahun Baru China. Foto: Instagram/@lcsindonesia
Menurutnya salah satu poin yang paling membuat para importir makin merana yaitu kewajiban menggunakan tenaga kerja lokal untuk kebutuhan sampel pengujian di luar negeri.
Padahal, sebelum adanya aturan PP 28 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian para importir bisa menggunakan jasa mitra di luar negeri untuk menguji sampel produk SNI.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, ia mengambil contoh ada beban biaya tambahan jika menggunakan tenaga kerja lokal yaitu mulai penginapan hotel untuk kebutuhan karantina 14 hari, biaya pengurusan visa, dan biaya akomodasi lainnya.
“Nah dalam kondisi pandemi tidak mungkin kita keluar negeri aja susah, kalau pun bisa pengurusan visa aja sulit kemudian orangnya itu sampai di negara dituju harus masuk karantina 14 hari itu sudah membuang waktu membuang biaya 14 hari karantina kan itu bukan gratis bayar,” jelas Sutjiadi.
“Kalau di hotel satu hari aja Rp 1 juta, jadi kalau 14 hari Rp 14 juta minimal itu ya,” tuturnya.
Berdasarkan catatannya, saat ini produksi mainan anak dalam negeri hanya mampu memasok 44 persen. Sementara sisanya harus dipasok dari impor atau sekitar 56 persen.
ADVERTISEMENT